Saturday 17 December 2011

Strategi Kampanye mayoritas caleg pada pileg 2009

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kampanye adalah kegiatan mempersuasi pemilih yang bertujuan untuk menarik para pemilih. Pemilihan legislatif sebagai salah satu event pemilu yang yang secara serentak diadakan di seluruh Indonesia ikut meramaikan dinamika politik khususnya pada pemilu 2009. Para caleg yang ikut serta dalam pemilihan legislatif tentunya memiliki cara kampanye yang berbeda dengan caleg lainnya. Kampanye yang merupakan sarana untuk pencapaian cita-cita politik. strategi menjadi akan menjadi sangat penting guna pemenangan pemilu serta cita-cita yang diinginkan caleg dan partai partai pengusung untuk kedepannya. Pada pemilu 2009, partai-partai dan para caleg bersaing ketat untuk mendpatkan kursi legislatif serta target-target tertentu yang diinginkan. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi kampanye yang dilakukan oleh para mayoritas caleg dalam pemilu legislatif 2009, sehingga berhasil mendapatkan kursi di legislatif.
B. Perumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kampanye dan bagaimana fenomena kampanye yang berkembang dewasa ini?
2. Bagaimana strategi caleg untuk melakukan kampanye dan media kampanye apa yang digunakan?
3. Apa saja metode kampanye yang diperbolehkan dalam pemilu 2009?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kampanye dan Fenomena Kampanye yang Berkembang
 Pengertian Kampanye
Rogers dan Storey “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu” Maka kita mengenal mengenal dengan “mencuri start” dan “black campaigns”.
Kampanye : (1) tindakan ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu; (2) sasaran pada khayak yang besar; (3) dalam kurun waktu tertentu ; (4) serangkan tindakan komunikasi yang terorganisasi. Pfau dan Parrot (1993) suatu proses yang dirancang secara sadar dan bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu tertentu dengan tujuan mempengaruhi khalayak sasaran yang telah ditentukan.
Kampanye Politik adalah kegiatan yang bersifat formal, dalam sebuah perebutan jabatan-jabatan politik tertentu sebagai salah satu bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh oleh seseorang atau sekelompok orang dalam waktu tertentu untuk untuk mendapat dukungan politik rakyat. Ada waktu, tatacara, pengawasan dan sanksi, namun apakah kampanye hanya dalam segmen politik dan Pemilu saja itu yang menjadi pertanyaan menggelitik mengenai kampanye.
Kampanye Politik, adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan orang atau kelompok (organisasi) dalam waktu tertentu untuk memperoleh dan memperkuat dukungan politik dari rakyat atau pemilih. Menurut Rogers dan Storey (1987) (dalam Venus, 2004 : 7) merupakan serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertntu. Sehingga berbeda dengan propaganda, dimana kampanye cirinya sumber yang melakukannya selalu jelas, waktu pelaksanaan terikat dan dibatasi, sifat gagasan terbuka untuk diperdebatkan khalayak, tujuannya tegas, variatf serta spesifik, modus penerimaan pesan sukarela dan persuasi, modus tindakannya diatur kaidah dan kode etiknya, sifat kepentingan mempertimbangkan kepentingan kedua belah pihak.
Dalam kampanye, hubungan emosional antara calon wakil rakyat dan massa pemilih tentu akan menjadi penting. Hal tersebut dapat terkondisikan bila ia dekat dengan para calon pemilihnya, oleh karena itu maka caleg (calon anggota legislatif) biasanya ditempatkan sesuai dengan daerah domisilinya, sehingga kedekatan antara keduanya dapat terjalin. Para caleg untuk upayanya merangkul masyarakat salah satunya yaitu dengan menggunakan simbol-simbol budaya setempat.
Di banyak negara demokrasi, politik sebagian besar dikuasai oleh pertimbangan-pertimbangan taktis, perilaku taktis serta tindakan yang bersifat jangka pendek dan terlalu seringkali terlalu dangkal. Hal ini juga terjadi dalam masyarakat di masa transisi seperti indonesia. Sejak pemilu terakhir, para pengamat politik dan masyarakat menjadi saksi beberapa langkah taktis yang brilian yang dilancarkan para politisi dan partai-partai politik Indonesia. Tetapi, para politisi seringkali menolak adanya pola pikir yang militeristik dengan alasan kita tidak dalam keadaan perang, tapi dalam perundingan politik yang damai dan proses-proses lain’ dan para lawan politik kami bukanlah musuh’. Padahal, setiap ide politik yang baru (seperti menciptakan atau membubarkan sebuah departemen, pemberian subsidi, dan lain-lain) akan membingungkan masyarakat karena akan mengubah status quo, dan tidak setiap anggota masyarakat mendapat keuntungan dari adanya perubahan tersebut. Ada yang menang dan ada yang kalah. Perencanaan yang strategis dan cermat (seperti persiapan dan perumusan konsep-konsep dan ide jangka panjang serta penerapan kebijakan dan kampanye pemilu) merupakan persyaratan bagi keberhasilan politik dan pembangunan berkelanjutan setiap institusi atau lembaga demokratis.
Namun, yang seringkali dilupakan oleh para politisi, terutama adalah strategi politik untuk pemilu. Tujuan dari setiap strategi bukanlah kemenangan yang dangkal, tapi perdamaian yang mendasar. Dalam istilah politik, ‘perdamaian’ ini berarti: penerangan program-program yang tepat dan reformasi. Jika tujuan jangka panjang strategi ini tidak tampak, misi bagi kemenangan akan tampak sebagai perjuangan bagi kekuasan dan kekayaan pribadi; sebagai sebuah perjuangan untuk mencapai tujuan-tujuan selain tujuan yang telah ditetapkan.
 Fenomena Kampanye
Di dalam kampanye dewasa ini, saya menangkap banyak fenomena-fenomena baru yang unik mengenai pelaksanaan kampanye itu sendiri. Banyak pergeseran pola pikir masyarakat maupun para politisi dalam menyikapi event kampanye. Pergeseran itu sendiri banyak dipengaruhi oleh kemajuan zaman maupun kondisi sosial ekonomi yang terus berjalan. Fenomena kampanye antara lain juga dapat di ketahui melalui :
1. Adanya temuan perbedaan dana kampanye yang tersedia (yang dilaporkan) dengan dana kampanye yang digunakan; (Tidak bermanfaat bagi rakyat/manfaat sesaat bersifat generik dan investasi politik bagi pengusaha)
2. Kampanye ternyata memerlukan dana yang luar biasa besar (Apakah makin dana besar untuk kampanye makin efektif?)
Karena hal-hal tersebut diatas lah yang juga dapat dibaca oleh masyarakat sebagai sebuah temuan fakta baru yang akan menjadikan perubahan persepsi tersendiri bagi masyarakat sebagai objek kampanye secara utuh. Oleh karena itu, maka rasa tidak puas publik kepada kampanye menurut Lipsitz menyarankan kampanye diarahkan pada diskusi yang lebih substansial tentang isu-isu kampanye, memeperbaharui cara peliputan kampanye, sampai mengusulkan agar para kandidat/politisi mendatangani codes of conduct (tata cara bertingkah laku dalam kampanye) yang mengharuskan wacana kampanye yang lebih humanis tidak provokatif.
B. Strategi Kampanye Caleg dan Media Kampanye
 Strategi Kampanye Caleg
Pada saat ramainya musim pemilihan umum, khususnya pada pemilihan legislatif ditingkat daerah banyak terjadi kampanye-kampanye dari para caleg untuk mempromosikan dirinya yang akan maju sebagai bakal calon anggota DPRD, apalagi setelah keluarnya suatu keputusan dari Mahkamah Konstitusi mengenai perolehan suara terbanyak. Dari hal tersebut maka sangat kelihatan sekali bahwa adanya suatu persaingan yang sengit dari para calon legislatif, baik itu antar sesama partai yang mengusungnya maupun dari partai yang berbeda yang sudah sangat jelas lebih menonjol aroma persaingan itu.
Dalam persaingan antar parpol khususnya dalam pemilihan legislatif, para caleg mengupayakan agar sukses dalam kampanye politik: Pertama, membangkitkan kesetiaan alami para pengikut suatu partai agar agar tetap memilih sesuai dengan kesetiaan itu, terutama bagi para caleg agar mudah untuk mendapatkan dukungan dari simpatisan partai yang mendukungnya; Kedua, menggalang rakyat yang tidak terikat partai tertentu agar beralih untuk mendukung partai yang mengusungnya dan juga otomatis agar mendukung dirinya; Ketiga, menyakinkan rakyat pendukung caleg dari partai lain agar berpindah keyakinan untuk mendukung dirinya dan partai pengusungnya.
Banyak caleg yang berupaya untung menggunakan simbol budaya lokal. Tentu dapat segera untuk dibaca bahwa strategi dari para caleg tersebut untuk mendapatkan suara terbanyak mereka berlomba untuk menarik hati para calon pemilih mereka dengan memakai kemasan yang berbagai macam. Salah satunya yaitu ketertarikan dari para caleg untuk menggunakan suatu simbol-simbol budaya khas dari suatu daerah dalam praktek kampanye mereka. Banyak dari simbol tersebut sebenarnya sudah dapat dikatakan umum, namun toh pada kenyataannya masih memiliki fungsi strategis dalam upayan menggaet simpati rakyat. Dalam hal ini dapat diambil contoh seperti baju adat atau baju tradisional dari suatu daerah (dalam berbusana adat banyak hal yang dapat untuk dilihat), dalam bentuk yang sedikit berbeda ada yang menggunakan foto yang berlatar belakang situs-situs peninggalan kuno (masjid, keraton maupun benteng), dan yang lebih khas untuk menunjukkan kecintaan dari caleg tersebut terhadap daerahnya banyak dari mereka yang tidak sungkan untuk menggunakan bahasa daerahnya.
Pertama, gambar situs. Dalam hal ini yang sering untuk dijadikan gambar dalam kampanye adalah gambar masjid ataupun keraton dan benteng-benteng peninggalan jaman dahulu. Berdasarkan kecenderungan tersebut maka dapat saya pahami bahwa mengapa caleg yang mengusung simbol-simbol budaya dalam kampanyenya itu mengusung situs masjid ternyata karena si caleg itu mungkin ingin mengungkapkan bahwa dirinya itu seorang muslim yang taat terhadap agama (calon wakil rakyat yang religius) dan berakhlak baik. Dan akan berbeda makna pula jika yang ditampilkan oleh si caleg tersebut berupa istana atau pun benteng peninggalan jaman dahulu. Di pilih istana karena si caleg masih keturunan darah biru dari kerajaan, dan jika benteng yang diusung itu cenderung untuk memberikan kesan bahwa si caleg itu memiliki suatu komitmen yang nyata untuk rakyat, rela menolong, sabar dan lain sebagainya yang dapat terepresentasikan melalui bangunan benteng yang telah berumur ratusan tahun yang masih kokoh berdiri.
Kedua, baju adat. Dengan mengenakan baju adat, sebenarnya si caleg itu ingin untuk menunjukkan kelas sosialnya kepada masyarakat dengan berbagai kemasan embel-embel yang ada pada baju yang dikenakannya. Selanjutnya pada bingkai foto dengan menggunakan baju adat tersebut sosok dari partai yang mengusungnya akan ikut tertera dengan tujuan ganda dalam upaya kampanyenya, atau dengan mendampingkan foto caleg tersebut dengan sosok keturunan raja ataupun tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh besar di masyarakat dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa dirinya telah mendapatkan restu dari sosok yang ia tempatkan pada poster kampanyenya.
Ketiga, penggunaan bahasa lokal. Mayoritas para caleg yang mengusung simbol kedaerahan dalam kampanyenya sering mengemukakan hal-hal yang intinya dalam pesan kampanye tersebut merupakan suatu ajakan kepada para masyarakat agar memilihnya. Kenapa harus dengan menggunakan bahasa daerah?, karena dengan menggunakan bahasa daerah, si caleg akan merasa lebih menyatu dengan para masyarakat daerah. Bahasa lokal atau bahasa daerah dengan berbagai pemaknaanya ternyata pada hakikatnya perlu untuk digunakan oleh para caleg ketika musim kampanye tiba, bahasa daerah seketika menjadi sebuah sarana “baru tapi lama” yang cukup menjanjikan.
 Media Kampanye
Ada juga yang menyoroti kalau keberhasilan kampanye ditentukan oleh kapasitas individu calon/kandidat. John Craey menyebutnya dengan Meta kampanye, yaitu upaya untuk mendemontrasikan kecakapannya sebagai organisator, strategi dan teknik kampanye. Terkadang tidak melakukan kampanye secara langsung melainkan menggunakan kecakapannya untuk mewakilkan kepada orang lain.
Kampanye dalam pemilihan legislatif baik tingkat daerah maupun pusat dilakukan dengan beragam teknik kampanye, yang dihasilkan melalui tahapan perencanaan kampanye politik yang meliputi tahap perencanaan anggaran dan pendanaan kampanye, konsolidasi internal dan eksternal tim kampanye, segmentasi sasaran kampanye, targeting sasaran kampanye, dan positioning yang dinyatakan dalam bentuk slogan kampanye. Beragam teknik kampanye yang dilakukan oleh tim kampanye politik diyakini akan membentuk suatu citra politik bagi calon yang dikampanyekan. Citra politik yang menarik dan dianggap penting oleh masyarakat akan mendorong pemilih untuk menjatuhkan pilihan politiknya kepada calon tersebut.Selain itu jumlah dana, konsolidasi internal dan eksternal yang dilakukan, targeting sasaran kampanye, serta kalimat positioning, ternyata mempengaruhi bentuk-bentuk kegiatan kampanye yang dilakukan dan pada akhirnya berperan menjadi faktor-faktor yang berpengaruh untuk memenangkan pemilihan caleg.
Teknik kampanye yang dijalankan juga berpengaruh terhadap peluang untuk memenangkan pemilihan kepala daerah. Teknik-teknik kampanye yang menggunakan model komunikasi satu-satu ternyata lebih efektif untuk meraih simpati dan dukungan masyarakat dibandingkan model komunikasi satu-banyak. Model komunikasi satu-satu tersebut digolongkan ke dalam teknik kampanye dari rumah ke rumah, yang dilakukan dengan cara mendatangi dan menjelaskan biografi pasangan calon, visi-misi, dan program kerja yang akan dijalankan jika nanti terpilih. Penggunaan perjanjian ”kontrak politik” antara pasangan calon dengan masyarakat juga meningkatan rasa kepercayaan masyarakat kepada calon yang melakukan perjanjian ”kontrak politik”. Selain itu, bentuk-bentuk kampanye yang inovatif dan bermanfaat untuk masyarakat juga turut mempengaruhi pilihan politik masyarakat.Usia dan tingkat pendidikan pemilih ternyata juga tidak terlalu mempengaruhi kesesuaian citra politik pasangan calon legislatif yang ditangkap oleh pemilih dan yang dikomunikasikan oleh tim kampanye.
Dengan plakat-plakat kampanye partai mencoba untuk memvisualisasikan strategi mereka. Plakat merupakan media yang sangat tradisional, namun meski telah terjadi modernisasi kampanye plakat-plakat ini tetap menjadi unsur penting. Media plakat menjadi ajang pembuktian bagi setiap partai maupun caleg apakah mereka mampu ‘menangkap’ suasana politik dan menyajikannya dalam slogan-slogan yang tepat dan plakat-plakat yang sekreatif mungkin.
Berdasarkan survai Hibbing, dan Theiss-Morse Dalam bukunya Stealth Democracy (demokrasi sembunyi-sembunyi). Para pemilih tidak suka kampanye menjelaskan tentang isu-isu politik atau pengalaman-pengalaman politik, karena tidak suka pada pemerintah dan kebijakannya. Masyarakat lebih menyukai konteks personaliti : kepribadian, kecerdasan, dan kompetensi. Kampanye lewat media massa hanya memberikan kontribusi sangat kecil dalam meningkatkan pengetahuan dan mengubah perilaku publik. Baru setelah ada beberapa riset 1977 Warner; Mendelsohn (Perlof, 1993); Perry 2002 bahwa kampanye yangg dikonstruksikan dengan baik akan menghasilkan efek yang luar biasa terhadap khalayak sasarannya.
Cara kampanye paling efektif adalah dari pintu ke pintu alias door to door alias tehnik jemput bola, teknik ini menjadi sangat ampuh dengan cara memberikan brosur/selebaran yang berisi iklan kampanye dengan kalimat-kalimat yang menarik, jelas, dan mudah dimengerti, dan berikan penjelasan yang menarik kepada setiap rumah yang didatangi. Brosur bisa berisi: visi-misicaleg, programcaleg, janji-janji jika terpilih, prestasi caleg selama ini, tokoh-tokoh yg mendukung caleg dan lain sebagainya.
Jadi, pada intinya brosur bukan hanya berisi nama/foto/ nomer caleg/partai saja, apalagi hanya berupa stiker, karena hal tersebut kurang memiliki daya tarik untuk mempengaruhi orang untuk memilih. Oleh karena itu, metode door to door memang benar-benar lebih efektif. Akan tetapi yang berkampanye dari rumah ke rumah juga harus memiliki keahlian komunikasi dengan khalayak, karena semakin pintar berorasi maka semakin bagus. Tetapi secara keseluruhan, kebanyakan kampanye dilakukan dengan pengumpulan massa pada event hiburan rakyat.
C. Metode Kampanye yang Diperbolehkan dalam Pemilu 2009
 Metode yang dipakai :
1. Pertemuan Terbatas (UU No.10 Tahun 2008, pasal 81)
 Penjelasan :
a. Dilaksanakan di dalam ruangan atau gedung yang bersifat tertutup;
b. Jumlah peserta tidak melampaui kapasitas ruangan sebagaimana ditetapkan oleh pengelola ruang gedung dengan jumlah peserta paling banyak untuk tingkat Pusat 1000 orang, tingkat Provinsi 500 orang, dan tingkat Kabupaten/Kota 250 orang;
c. Menggunakan undangan tertulis yang memuat hari, tanggal, waktu, tempat, nama pembicara, dan penanggung jawab;
d. Pemberitahuan secara tertulis yang memuat hari, tanggal, waktu, tempat, nama pembicara, dan penanggung jawab serta jumlah yang diundang kepada aparat Polri setempat, dengan tembusan disampaikan kepada KPU dan pengawas pemilu sesuai tingkatannya;
e. Hanya dibenarkan membawa atau menggunakan tanda gambar, simbol-simbol, pataka, dan atau bendera atau umbul- umbul;
f. Atribut peserta Pemilu sebagaimana dimaksud hanya dibenarkan dipasang sampai dengan halaman gedung atau tempat pertemuan terbatas. (Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008, Pasal 13)
 Metode yang dipakai :
2. Pertemuan tatap muka (UU No.10 Tahun 2008, pasal 81)
 Penjelasan :
Peserta Pemilu yang akan menyelenggarakan kampanye dalam bentuk pertemuan terbatas, tatap muka, dan kegiatan lain yang bersifat pengumpulan massa, serta rapat umum, selambat- lambatnya 7 hari sebelum waktu pelaksanaan kampanye, memberitahukan secara tertulis kepada Polri setempat, mengenai
a. Lokasi/tempat pelaksanaan kampanye
b. Waktu pelaksanaan kampanye
c. Perkiraan jumlah massa yang hadir
d. Rute perjalanan yang akan ditempuh massa, baik keberangkatan dan kepulangannya
e. Petugas kampanye sebagai penanggungjawab kampanye. (Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008, Pasal 22)
 Metode yang dipakai :
3. Media massa cetak dan media massa elektronik (UU No.10 Tahun 2008, pasal 81)
 Penjelasan :
Kampanye Pemilu oleh media elektronik dan media cetak diatur sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan yang sama kepada peserta pemilihan umum untuk menyampaikan tema dan materi kampanye pemilu dengan menentukan durasi, frekuensi, bentuk dan substansi pemberitaan/penyiaran berdasarkan kebijakan redaksional;
b. Materi dan substansi peliputan berita harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik jurnalistik;
c. Media massa cetak dan lembaga penyiaran dapat menyediakan rubrik khusus bagi peserta Pemilu.
Selanjutnya untuk pemasangan iklan kampanye pada media massa cetak dan elektronik diatur sebagai berikut:
a. Iklan kampanye Pemilu dapat dilakukan oleh Peserta Pemilu pada media massa cetak dan/atau lembaga penyiaran dalam bentuk iklan komersial dan/atau iklan layanan masyarakat.
b. Iklan kampanye Pemilu dilarang berisikan hal yang dapat mengganggu kenyamanan pembaca, pendengar, dan/atau pemirsa.
c. Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib memberikan kesempatan yang sama kepada Peserta Pemilu dalam pemuatan dan penayangan iklan kampanye.
d. Pengaturan dan penjadwalan pemuatan dan penayangan iklan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dilaksanakan oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran.
Untuk batas maksimum pemasangan iklan kampanye Pemilu di televisi untuk setiap Peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa kampanye. Sementara, batas maksimum pemasangan iklan kampanye Pemilu di radio untuk setiap Peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 60 (enam puluh) detik untuk setiap stasiun radio setiap hari selama masa kampanye. (UU No. 10 Tahun 2008 pasal 93-97 dan Peraturan KPU No. 19 tahun 2008 pasal 46 dan 48)
 Metode yang dipakai :
4. Penyebaran bahan kampanye kepada umum (UU No.10 Tahun 2008, pasal 81)
 Penjelasan :
Kegiatan ini dilaksanakan pada saat pertemuan terbatas, tatap muka, rapat umum, dan di tempat umum. Bahan kampanye yang dipergunakan dapat berupa selebaran, sticker, topi, barang-barang cinderamata atau barang lainnya seperti buku, korek api, gantungan kunci, dan slogan peserta pemilu (partai politik, calon anggota DPR, DPD dan DPRD). (Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008 pasal 13)
 Metode yang dipakai :
5. Pemasangan alat peraga di tempat umum (UU No.10 Tahun 2008, pasal 81)
 Penjelasan :
a. Alat peraga dapat ditempatkan pada tempat milik perseorangan atau badan swasta, dengan seizin pemilik tempat yang bersangkutan
b. Pemasangan alat peraga oleh pelaksana kampanye, harus mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan Peraturan Daerah setempat
c. Pemasangan alat peraga kampanye pemilu harus berjarak dari alat peraga peserta pemilu lainnya
d. KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berwenang memerintahkan peserta pemilihan umum yang tidak memenuhi ketentuan jarak tersebut untuk mencabut atau memindahkan alat peraga tersebut
e. Pemerintah Daerah setempat dan aparat keamanan berwenang mencabut atau memindahkan tanpa harus memberitahukan kepada peserta pemilu tersebut
f. Peserta pemilihan umum wajib membersihkan alat peraga kampanye paling lambat 1 hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara. (Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008 pasal 13)
 Metode yang dipakai :
6. Rapat umum (UU No.10 Tahun 2008, pasal 81)
 Penjelasan :
a. Rapat umum dimulai pukul 09.00 waktu setempat dan berakhir paling lambat pukul 16.00 waktu setempat;
b. Dilaksanakan di lapangan atau stadion atau alun-alun dengan dihadiri oleh massa dari anggota maupun pendukung dan warga masyarakat lainnya;
c. Pelaksana kampanye harus memperhatikan daya tampung tempat–tempat tersebut, sehingga tidak mengakibatkan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan;
d. Dilarang membawa atau menggunakan tanda gambar, simbol- simbol, panji, pataka, dan atau bendera yang bukan tanda gambar atau atribut lain dari peserta pemilihan umum yang bersangkutan;
e. Menghormati hari dan waktu ibadah di Indonesia. (Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008 pasal 13)
 Metode yang dipakai :
7. Kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan (UU No.10 Tahun 2008, pasal 81)
 Penjelasan :
Antara lain berupa acara ulang tahun/milad, kegiatan sosial dan budaya,perlombaan olahraga, istighosah, jalan santai, tabligh akbar, kesenian dan bazaar. (Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008 pasal 13)
Sumber: Undang-undang No. 10 tahun 2008 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2008


BAB III
PENUTUP

Kampanye merupakan salah satu bentuk upaya untuk mendongkrak image dari sang calon. Salah satunya yaitu kampanye dengan menggunakan simbol-simbol budaya, brosur, door to door dan lainnya. Bergeser sedikit bahwa penggunaan simbol-simbol budaya dalam kampanye ternyata tidak dapat untuk di pungkiri bahwa cara-cara tersebut masih dapat cukup ampuh digunakan pada masyarakat-masyarakat yang masih memiliki kultur budaya sisa kerajaan yang kuat. Sehingga pada akhirnya saya dapat menyimpulkan bahwa hal yang melatarbelakangi mengapa para caleg menggunakan simbol-simbol budaya adalah bahwa masih kuatnya memori kolektif masyarakat di daerah (kenangan masa kerajaan di daerah yang dahulu merupakan bekas kerajaan).
Kampanye melalui media massa pada faktanya hanya memberikan kontribusi sangat kecil dalam meningkatkan pengetahuan dan mengubah perilaku publik. Akan tetapi setelah ada kampanye yang dikonstruksikan dengan baik, maka akan menghasilkan efek yang luar biasa terhadap khalayak sasarannya. Sedangkan keberhasilan dari kampanye caleg itu sendiri ditentukan oleh : kemampuan pelaku kampanye untuk merancang program, menerapkan dan mengevaluasi program secara sistematis dan strategis.
Cara kampanye paling efektif pada kenyataannya masih berkutat pada teknik door to door atau tehnik jemput bola, karena teknik ini menjadi sangat ampuh dengan cara memberikan brosur/selebaran yang berisi iklan kampanye dengan kalimat-kalimat yang menarik, jelas, dan mudah dimengerti, dan berikan penjelasan yang menarik kepada setiap rumah yang didatangi. Brosur bisa berisi: visi-misicaleg, programcaleg, janji-janji jika terpilih, prestasi caleg selama ini, tokoh-tokoh yg mendukung caleg dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam hal ini metode door to door memang benar-benar lebih efektif. Akan tetapi yang berkampanye dari rumah ke rumah juga harus memiliki keahlian komunikasi dengan khalayak, karena semakin pintar berorasi maka semakin bagus. Tetapi secara keseluruhan, kebanyakan kampanye dilakukan dengan pengumpulan massa pada event hiburan rakyat.












DAFTAR PUSTAKA

Buku - buku
Agustino, Leo, 2005, Politik dan Otonomi Daerah, Untirta Press : Jakarta
Firmanzah, 2007, Marketing Politik : Antara Pemahaman dan Realitas, Yayasan Obor Indonesia : Jakarta
Rahman, Ruslan, Penggunaan Simbol-Simbol Budaya dalam Kampanye Pilcaleg Di Kota Bau-Bau, dalam Seminar Representasi Kepentingan Rakyat Pada Pemilu Legislatif 2009, 29 Juli 2009, Salatiga
M.Shaw, Chaterine, 2004, The Campaign Manager : Running and Winning Local Elections – third edition, Westview Press
Nimmo, Dan, 2004, Komunikasi Politik-Komunikator, Pesan dan Media, Remaja Rosdakarya : Bandung
Steinberg, Arnold, 1981, Kampanye Politik, PT.Intermasa : Jakarta
Perundang-Undangan
UU No.10 Tahun 2008 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2008 tentang Metode Kampanye Yang Diperbolehkan Dalam Pemilu 2009

Friday 16 April 2010

Daftar Peraturan dan Perundang-undangan serta Pedoman K3 dan Teknik yang terkait dengan Kegiatan Konstruksi

Daftar Peraturan dan Perundang-undangan serta Pedoman K3 dan Teknik yang terkait dengan Kegiatan Konstruksi
(to be up-dated)
No Nomor Peraturan Tentang
I. Deklarasi Umum tentang Hak-hak Asasi Manusia PBB
1 Pasal 3
II. UUD 1945
1 Pasal 27 ayat 2
III. Undang-undang (UU)
1 UU No. 14/1969 Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja
2 UU No. 1/1970 Keselamatan Kerja
3 UU No. 14/1969 Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai tenaga Kerja
4 UU No. 4/1982 Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan hidup
5 UU No. 18/1999 Jasa Konstruksi
5 UU No. 23/1997 Pengelolaan Lingkungan Hidup.
6 UU No. 23/1992 Kesehatan
7 UU No. 21/2003 Pengesahan Konvensi ILO NO. 81 mengenai Pengawasan Ketenaga-kerjaan dalam Industri dan Perdagangan
8 UU th 1930 LN No. 225 Undang-undang Uap (Stoom Ordonnantie)
9 UU th 1933 LN No. 53 Petasan
10 UU th 1931 LN No. 59 Timah Putih
11 UU No. 10/1961 Peredaran Barang dalam Perdagangan
12 UU No. 10/1997 Ketenaganukliran

IV. Peraturan Pemerintah (PP)
1 PP Th 1930 Peraturan Uap (Stoom Ordering)
2 PP No. 7 / 1973 Pengawasan atas peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.
3 PP No. 19 / 1973 Pengaturan dan Pengawasan K3 di bidang Pertambangan
4 PP No. 11 / 1979 K3 pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
5 PP No. 19 / 1994 Pengelolaan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya
6 PP No. 14 / 1993 Program Jamsostek
7 PP No. 18 / 1999 Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3)
8 PP No. 20 / 1990 Pengendalian Pencemaran Air
9 PP No. 27 / 1999 Analisis Dampak Lingkungan
10 PP No. 19 / 1999 Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut
11 PP No. 41 / 1999 Pengendalian Pencemaran Udara
12 PP No. 74 / 2001 Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
13 PP No. 63 / 2000 Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
14 Stbl 1949 No 337 Ordonansi Bahan Berbahaya
15 PP No. 28 / 2000 Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
16 PP No. 29 / 2000 Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

V. Keputusan Presiden (Keppres)
1 Keppres No. 22/1993 Penyakit akibat Kerja.
2 Keppres No. 2 / 2002 Pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan
3 Keppres No. 51/1989 Perubahan Keputusan Presiden No 28/1988 tentang besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja dan jaminan Kematian Asuransi Sosial Tenaga Kerja
4 Keppres No. 83/1998 Pengesahan Konvensi ILO No. 87 mengenai Kebebasan Beserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi

VI Peraturan Menteri (Permen)
1 Permenaker No. 02/1970 Pembentukan Panitia Pembina K3 (P2K3).
2 Permenaker No. 01/1976 Wajib Latihan bagi Dokter Perusahaan
3 Permenaker No. 03/1978 Penunjukan, Wewenang dan Kewajiban Pegawai Pengawas K3 dan Ahli K3.
4 Permenaker No. 01/1978 K3 dalam Penerbangan dan Pengangkutan Kayu
5 Permenaker No. 03/1978 Penunjukan dan Wewenang serta Kewajiban Pegawai
6 Permenaker No. 05/1978 Syarat-syarat K3 pada pemakaian lift listrik untuk orang dan barang..
7 Permenaker No. 05/1978 K3 pada konstruksi Bangunan
8 Permenaker No. 01/1979 Wajib Latihan Hyperkes bagi Paramedis Perusahaan
9 Permenaker No. 01/1980 K3 Pada Konstruksi Bangunan
10 Permenaker No. 02/1980 Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan K3
11 Permenaker No. 04/1980 Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeluharaan Alat Pemadan Api Ringan.
12 Permenaker No. 01/1981 Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja
13 Permenaker No. 01/1982 Bejana Bertekanan
14 Permenaker No. 02/1982 Kualifikasi Juru Las
15 Permenaker No. 03/1982 Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja
16 Permenaker No. 02/1983 Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik
17 Permenaker No..03/1985 K3 dalam Penggunaan Bahan Asbes
18 Permenaker No. 03/1984 Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu
Permenaker No. 03/1985 K3 Pemakaian Asbes di Tempat Kerja
19 Permenaker No. 04/1985 K3 Pesawat Tenaga dan Produksi
20 Permenaker No. 05/1985 K3 Pesawat Angkat dan Angkut.
21 Permenaker No. 02/1986 Biaya Pemeriksaan dan Pengawasan K3 di Perusahaan
22 Permenaker No. 03/1986 K3 pada Penyimpanan dan Pemakaian Pestisida
23 Permenaker No. 04/1987 Tata cara Pembentukan P2K3 dan Penunjukan Ahli K3
24 Permenaker No. 01/1988 Kwalifikasi dan Syarat-syatrat Operator Pesawat Uap
25 Permenaker No. 02/1988 Biaya Pemeriksaan dan Pengawasan K3 di Perusahaan
26 Permenaker No. 04/1988 Berlakunya SNI-225-1987 mengenai PUIL 1987 di Tempat Kerja
27 Permenaker No. 01/1989 Kwalifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat.
28 Permenaker No. 02/1989 Pengawasan Instalasi Penyalur Petir
29 Permenaker No. 01/1992 Syarat-syarat K3 Pesawat Karbid
30 Permenaker No. 02/1992 Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli K3
31 Permenaker No. 04/1995 Perusahaan Jasa K3
32 Permenaker No. 05/1996 Sistem Manajemen K3 (SMK3)
33 Permenkes No. 453/ Menkes/ Per/XI/1983 Bahan Berbahaya
34 Permen PU No. 67/1993 Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I
35 Permenaker No. 01/1998 Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jamsostek
36 Permenaker No. 03/1998 Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan
37 Permenaker No. 04/1998 Pengangkatan, Pemberhentian dan Tata Kerja Dokter Penasehat
38 Permenaker No. 03/1999 Syarat-syarat K3 Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang

VII. Keputusan/Instruksi Menteri & Keputusan Bersama Menteri
1 Kepmenaker No.1135/ 1987 Bendera K3
2 Kepmenaker No.333/1989 Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja
3 Kepmenaker No.612/1989 Penyediaan Data Bahan Berbahaya terhadap K3
4 Kepmenaker No.245/1990 Hari K3 Nasional
5 Kepmenaker No.62A/1992 Pedoman Diagnose dan Evaluasi Cacat Karena Kecelakaan / Penyakit akibat Kerja
6 Instruksi Menaker No 11/M/BW /1997 Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran
7 Kepmenaker
No. 19/M/BW/1997 Pelaksanaan Audit SMK3
8 Kepmenaker
No. 103/MEN/1997 Penunjukan PT Sucofindo Sebagai Audit SMK3
9 Kepmenaker No 61/1999 Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja
10 Kepmenaker No 186/1999 Unit Penanggulangan Kebakaran di tempat kerja
11 Kepmenaker No 187/1999 Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
12 Kepmen PU No 10/KPTS/ 2000 Ketentuan Teknis terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
13 Kepmen PU No. 11/KPTS/ 2000 Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan
14 Keputusan Bersama Menaker dan Men PU No Kep/ 174/ MEN/1986 Keselamatan Kerja pada Kegiatan Konstruksi.
15 Keputusan Menhankam No SKEP/198/MTT/1984 Perijinan Bahan Peledak
16 SK Men LH 127 / 2002 PROPER
17 SK Men LH 122 th 2004 Baku Mutu Limbah Cair (Pupuk)
18 Keputusan Bersama Men PU dan Mentamben No. O4 / 1991 dan 76/ 1991 Penggunaan Air dan/atau Sumber Air Untuk Kegiatan Usaha Pertambangan Termasuk Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Dan Pengusahaan Sumber Air
19 Kepmentan No. 764/1998 Pendaftaran Dan Pemberian Izin Sementara Pestisida
Keputusan Menteri Tega Kerja No. Kep. 168/Men/2000
VIII. Surat Edaran Menteri
1 SE Menaker No 01/1978 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan dan iklim kerja
2 SE Menaker No 02/1978 NAB Bahan Kimia
3 SE Menaker No 01/1979 Penyediaan Ruangan untuk Makan dan Kantin bagi Tenaga Kerja
4
SE Menakertrans No SE 117/ /MEN/PPK-PKK/III/2005 Pemeriksaan Menyeluruh Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pusat Perbelanjaan, Gedung Bertingkat dan Tempat-tempat Publik lainnya

IX. Keputusan Direktur Jendral Binawas Depnaker
1 Kep Dirjen Binawas No. Kep-407BW/1999 Persyaratan, Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift
2 Kep Dirjen Binawas No.
Kep.84/BW/1998 Cara Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan

X. Peraturan dan Standar Teknik Terkait Konstruksi di Indonesia
1 Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL)
2 Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia
3 Peraturan Muatan Indonesia
4 Peraturan Beton Bertulang Indonesia
5 Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia
6 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung Indonesia
7 Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya

XI. Pedoman dan Standar /Siatem Manajemen K3
1 SMK3
Permenaker No 5 / 1996 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
2 OHSAS 18001:1999
British Standard, 1999 Occupational Health and Safety Assessement Series 18001:1999
3 OHSAS 18002: 2000
British Standard, 2002 Guidelines for the implementation of OHSAS 18001:1999
4 Guidelines on OSHMS
ILO, June 2001 The Guidelines on Occupational Safety and Health Management System. ILO-OSH 2001
5 COHSMS
Japan Construction Safety and Health Association (JCSHA), 2002 The Construction Occupational Health and Safety Management System (COHSMS) Guidelines & COHSMS External System Evaluation By Japan Construction Safety and Health Association (JCSHA),
6 ISRS-7
Det Norske Veritas (DNV) International Safety Rating System (ISRS)-7


Keputusan Kepala Bapedal No. 205 Tahun 1996 Tentang : Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran
Udara Sumber Tidak Bergerak
Kep. Meneg. LH No: 86/2002, Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
Permeneg. LH No. 11/2006, Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Peraturan Menaker No. PER 03/MEN/ 1985 tentang keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes dan Surat Edaran Menaker No SE-01/MEN/1997 tentang Nilai Ambang Batas faktor Kimia Udara di Lingkungan Kerja
Nama : Dading Ardhiyanto
NIM : F1D009029
Tanggal Penyerahan Makalah : 24 Maret 2010
Dosen Pengampu : Khairu Rojiqien Soebandi, S,sip, M.si, M.A.

KEPRIBADIAN POLITIK ANGGOTA DPR

Kepribadian merupakan hal yang sangat penting dan wajib dimiliki oleh semua orang. Kepribadian yang baik akan membawa dirinya pada suatu keadaan yang baik pula bagi dirinya dan sebaliknya, kepribadian yang buruk yang dimiliki oleh seorang individu akan menghantarkan individu tersebut pada keadaan yang buruk pula. Setidaknya hal tersebut selama ini telah banyak terjadi, walaupun tidak semua hal tadi itu dapat dipastikan kebenarannya. Tetapi hal tersebut setidaknya selama ini telah tertanam pada diri masyarakat pada umumnya, sehingga mereka berlomba-lomba untuk mendidik anak mereka agar berkepribadian baik. Walaupun pada proses tersebut sering terjadi hal-hal yang kurang diharapkan oleh para orang tua dan tidak sedikit terjadi penyimpangan yang mengakibatkan terbentuknya kepribadian yang buruk bagi anak mereka dikemudian hari.
Kepribadian terkadang juga dapat berubah ketika seseorang duduk pada posisi tertentu yang menuntut dirinya agar melenceng dari sifat aslinya. Hal demikian dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks. Dapat diambil contoh disini yaitu seseorang yang ingin menjadi anggota DPR rela merubah prilakunya, baik dari penampilan hingga tutur katanya demi meraih simpati masyarakat dalam rangka pencalonannya tersebut. Padahal sebelum ia memutuskan untuk mencalonkan dirinya, hal tersebut sangat jarang dilakukannya di kehidupan sehari-hari dan bagi orang yang mengetahui akan hal tersebut menganggap perilaku dadakan tersebut sebagai suatu hal yang munafik karena tidak mencerminkan perilaku sesungguhnya. Namun, sisi positif yang dapat diperoleh calon tadi yaitu dengan menjadikan dirinya dikenal oleh masyarakat yang akan memilihnya sebagai pribadi yang bernilai plus dan potensi untuk memenangkan pemilihan terbuka lebar.
Dengan adanya dinamika tersebut, tidak ayal ketika para wakil rakyat yang telah dipilih oleh masyarakatnya ketika telah duduk di kursi parlemen, mereka dengan sangat cepat kembali ke pribadi sesungguhnya, dan atau malah cenderung lebih ekstrimis dari pribadi aslinya karena adanya jabatan yang telah dimilikinya. Sehingga ia merasa perlu untuk merubah kepribadian atau perilakunya agar dalam pelaksanaan tugasnya dapat lebih disegani oleh orang atau malah juga ingin menjadi seseorang yang tampil beda. Akan tetapi ada pula yang cenderung mempertahankan pribadinya yang positif dan mengurangi hal yang negative. Hal tersebut dapat ditinjau dari pendekatan psikobiografi yang mengasumsikan bahwa orang mempertahankan karakteristik psikologisnya agar ia memiliki pengaruh bermakna terhadap kejadian dan hasil dalam dunia nyata (Houghton, 2009). Dengan analisis psikobiografi, unsur kepribadian yang indikasinya ditemukan pada saat ia masih menjadi seorang calon anggota DPR dan ketika dirinya telah menjadi anggota DPR, itu dirangkai agar konsisten dan koheren dengan teori.

Monday 12 October 2009

Etika Politik-Negara sbg Leviathan

BAB 11
NEGARA SEBAGAI LEVIATHAN

1. Filsafat Negara Thomas Hobbes
a. Hobbes dan Zamannya
Hobbes merupakan salah satu tokoh Sosiologi terkenal yang hidup pada zaman yang paling ganas pada saat itu. Hobbes bekerja sebagai sekertaris pada seorang bangsawan Inggris dan ia memiliki cukup banyak waktu untuk belajar tentang pemerintahan, bahkan selama 3 tahun ia telah mengelilingi benua Eropa guna belajar dan berkenalan dengan banyak tokoh filsafat dan ilmuwan sezamannya. Pada tahun 1642 ia pergi ke Prancis untuk menghindar dari konflik politik yang yang tengah memanas di Inggris pada saat itu. Disanalah ia kemudian akan menjadi guru dari Charles II yang merupakan putra Charles I yang kemudian akan menggantikan posisinya kelak. Pada tahun 1642 ia menerbitkan karyanya yang berjudul “De Cive”. Kemudian pada tahun 1651 Hobbes menerbitkan karya besarnya yang berjudul “Leviathan” yang berdampak pada marahnya pengungsi Inggris yang ada di Prancis. Pada akhirnya ia pun memutuskan untuk kembali ke London dengan terpaksa.

Dua Kesimpulan Menurut Hobbes, yaitu :
a)Menata masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip normatif,
b)Masyarakat hanya dapat ditata dalam perdamaian, apabila pengaruh emosi dan nafsu-nafsu dapat dielakkan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila Negara ingin menata masyarakat, Negara harus mengerti terlebih dahulu apa yang menjadi kemauan dari masyarakat itu sendiri melalui cara ilmu ukur {more geometrico}.

b. Pengandaian-pengandaian Antropologis
Untuk merencanakan pengaturan masyarakat, Hobbes mengadakan dua reduksi yang sangat radikal, yaitu :
Mengesampingkan kebebasan kehendak manusia.
Mengembalikan segala kelakuan manusia pada satu dorongan saja.
Dengan kata lain, Hobbes tidak menganggap adanya akal budi sebagai faktor penentu dari tindakan seorang manusia itu sendiri. Hobbes juga memiliki dua akar pandangan yang bersifat Teologis dan berlatarbelakang ilmu alam.
a)Teologis
Nominalisme, yaitu melebih-lebihkan kemahakuasaan Allah S.W.T dan menganggap manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengambil sikap atas dirinya sendiri.
b)Ilmu-ilmu Alam
Determinisme, yaitu alam tidak mungkin terjadi tanpa adanya sebab.
Kesimpulan menurut Hobbes yaitu pengaruh emosi atau nafsu atas tatanan masyarakat dapat dinetralisasikan. Dengan kata lain, masyarakat dapat dikendalikan dalam suatu rancangan yang menjadikan masyarakat itu hidup tentram dan sejahtera.


c. Teori Perjanjian Negara
Adanya teori seperti ini, disebabkan karena adanya persaingan antar individu yang saling mengancam eksistensi masing-masing yang lama-lama akan meluas menjadi perang semua lawan semua. Dan untuk mengatasi hal tersebut, mereka akan membentuk suatu lembaga yang berfungsi sebagai pengatur dan pelindung mereka, yaitu Negara melalui peraturan perundang-undangannya.
Maka dengan itu, Hobbes menarik kesimpulan bahwa Negara karena dibentuk atas perjanjian kumpulan individu-individu, maka Negara tidak terikat oleh perjanjian dan tidak dapat juga untuk melanggar perjanjian itu. Artinya, dalam perjanjian tersebut melimpahkan semua suaranya kepada Negara namun, Negara tidak memiliki tanggungan atas apa yang mereka tuntut pada Negara.

d. Negara, Leviathan, Deus Mortalis, Manusia Buatan
Negara, sang Leviathan, oleh Hobbes dijuluki sebagai “manusia buatan” dan Deus Mortalis, Allah yang dapat mati. Artinya, dapat disimpulkan bahwa Negara itu merupakan buatan dari manusia yang memiliki pencerminan seperti manusia, selain itu Negara bagaikan Allah yang merupakan sumber segala wewenang. Akan tetapi, kemutlakan wewenang Negara itu bukan berarti Negara tidak dapat membuat undang-undang yang baik untuk negaranya.
Ada dua penghalang bagi kesewenangan penguasa menurut Hobbes, yaitu :
1)Kesadaran dari penguasa itu sendiri.
2)Hak alamiah setiap orang untuk melindungi diri.
Sehingga sampailah pada kesimpulan bahwa Negara itu bebas menentukan segalanya yang bersifat baik bagi rakyat akan tetapi tidak bebas untuk bertindak dengan jahat.

2. Sang Leviathan : Meyakinkankah Dia ?
a. Daya Pengancam sebagai Dasar Kekuasaan
Hukum merupakan sarana formal yang dibentuk oleh pihak yang berkuasa yang digunakan untuk warga negaranya. Namun, apabila Negara mulai melakukan penindasan dan membunuh warga negaranya sendiri, maka Negara akan bubar dengan sendirinya karena keberadaan Negara sudah tidak diakui dan ditaati oleh warga negaranya sendiri.
Kekuasaan Negara Hobbes memiliki beberapa kelemahan, yaitu salah satunya mendasarkan kekuasaan Negara hanyalah pada perasaan takut warga negaranya tehadap hukum. dan Negara yang semacam ini merupakan Negara yang sangat rapuh.
Tiga pertimbangan mengenai Negara yang hanya tergantung pada daya pengancam, yaitu :
1)Apabila Negara sedikit saja lengah dalam pengawasannya, ketertiban umum langsung akan ambruk.
2)Logika mekanisme, penindasan, tuntutan untuk mempertahankan tingkat ketertiban yang sama, intensitas penindasan dan besarnya aparatur penindas harus terus ditingkatkan.
3)Kekuasaan yang hanya mengandalkan kemampuannya untuk mengancam para pembangkang potensial, tidak berdaya sama sekali apabila berhadapan dengan orang yang bersedia mati demi cita-citanya.
Maka kesimpulan yang dapat saya ambil bahwa Negara tidak akan dapat bertahan apabila cara memimpinnya didasarkan hanya pada kemampuannya untuk mengancam warga negaranya sendiri.

b. Tentang Gambaran Manusia
Menurut Hobbes, manusia memiliki 2 kelemahan fatal, yaitu :
1.Manusia cenderung bersifat logis,
2.Manusia merupakan makhluk sosial.
Dua kelemahan inilah yang mengakibatkan gagalnya salah satu karya Hobbes mengenai “Perjanjian Negara”.

3. Penutup
Negara yang dicanangkan oleh Hobbes merupakan Negara yang bersifat menindas warganya tanpa adanya pertanggungjawaban kepada rakyatnya dan itu semua merupakan contoh Negara yang buruk.
Namun, Negara Hobbes merupakan suatu bayangan tentang Negara yang akan muncul pada suatu zaman dimana sudah tidak ada lagi rasa kemanusiaan dan matinya akal budi para penguasa yang memimpin serta malah semakin tumbuh suburnya sifat seperti kerakusan, kebengisan, kebodohan, dan nihilisme {melakukan suatu tindakan tanpa adanya suatu hasil baik yang diperoleh}.




ANALYSIS

Negara merupakan wadah dari masyarakat untuk hidup dan beraspirasi demi kemajuan bersama. Apabila Negara itu sendiri melarang adanya tuntutan dari warga negaranya, Negara itu bukanlah Negara yang baik. Seperti yang dicontohkan oleh Hobbes mengenai “Perjanjian Negara” pada kenyataannya tidak berhasil diterapkan pada masyarakat dikarenakan masih adanya nilai-nilai kebersamaan pada diri manusia. Akan tetapi, teori Hobbes ini akan berlaku pada suatu zaman dimana manusia sudah tidak memiliki rasa kebersamaan dan cenderung bersifat egois. Pada akhirnya, Negara Hobbes akan tumbuh subur dengan kondisi yang seperti itu.

Etika Politik-Hukum

BAB 4
APA ITU HUKUM

1. Kekhususan Norma-norma Hukum
Hukum merupakan peraturan yang mengatur masyarakat dengan tegas dan memiliki sanksi yang tegas pula.
a.Norma-norma Hukum dan Norma-norma Lain
Norma hukum sangatlah berbeda dengan norma-norma lain yang berlaku didalam masyarakat. Hal yang paling membedakannya adalah dari segi sanksi yang yang akan diterima apabila pelaku melanggar peraturan itu. Norma hukum memberikan hukuman berdasarkan berat-ringannya tindak kejahatan yang telah dilakukan oleh si pelaku dengan konsekuensi hukum yang tegas dan memaksa. Lain halnya dengan norma-norma yang selama ini ada dalam masyarakat, norma ini hanya memberikan hukuman yang relatif kurang tegas.
b.Kekhasan Norma-norma Hukum
Yang menjadi cirri khas dari norma hukum adalah pada kenyataannya norma ini tidak ada dengan sendirinya, melainkan suatu rangkaian tata tertib yang disatukan hingga menjadi suatu kesatuan yaitu norma hukum. Dan kekhasan yang lain yang ada pada norma hukum ini adalah terletak pada sikap yang diambil terhadap obyek hukum bukanlah sikap batin, melainkan sikap lahiriah yang tegas.

c.Hak
Hak disini, berhubungan pula dengan kewajiban. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kita memiliki hak atas apa yang seharusnya kita miliki dan orang lain memiliki kewajiban untuk memenuhi hal tersebut. Hak-hak semacam ini dapat digolongkan atas hak hukum, akan tetapi ada hak yang tidak kalah penting yaitu hak-hak moral yang menuntut untuk dipercaya oleh orang lain.
2. Faktisitas Hukum
Norma hukum akan berlaku apabila norma itu sendiri dilaksanakan pada masyarakat dan itu baru dapat dikatakan factual, karena telah sesuai dengan realita yang ada pada masyarakat setelah norma dilaksanakan. Dan itu semua juga berpulang pada pertanyaan “apakah semua warga masyarakat telah diperlakukan secara adil menurut hukum yang telah kita pakai dinegara ini?”
3. Pengakuan Masyarakat
Pengakuan dari masyarakat sangatlah penting demi eksistensi hukum itu sendiri. Sebab, apabila masyarakat tidak mengindahkan adanya norma yang mengatur mereka, itu akan menyebabkan tidak berfungsinya alat penegak keadilan. Akan berbeda jika masyarakat memiliki respon terhadap peraturan itu, yaitu dapat berupa respon takut dengan hukum apabila mereka telah melanggarnya. Hukum akan menjadi peraturan yang efektif jika mendapat pengakuan dari masyarakat, tanpa itu, hukum hanyalah sebatas peraturan yang tidak ada fungsinya.

4. Fungsi Hukum Dalam Kehidupan Masyarakat
Hukum dalam masyarakat berfungsi sebagai pengendali hubungan antara para penguasa dengan rakyatnya agar tidak terjadi sikap sewenang-wenang. Selain itu, hukum juga sebagai pengendali tindak kriminalitas yang ada ditengah-tengah masyarakat itu sendiri.
5. Ciri-ciri Hukum
a)Kepastian Hukum
Hukum memiliki sifat yang tegas, sehingga hukum memiliki kepastian hukum yang jelas untuk digunakan sebagai pedoman bagi masyarakat atau bahkan bagi para penegak hukum itu sendiri.
b)Keadilan
Hukum bersifat adil pada semua orang, artinya siapa saja baik itu pejabat pemerintahan sampai tingkat masyarakat pun yang terbukti telah melanggar hukum akan dikenai sanksi yang sama tanpa ada perbedaan.
c)Kepastian dan Keadilan Hukum
Kedua hal yang pasti dimiliki oleh hukum yakni pasti dan adil. Hukum itu pasti karena hukum harus terang dan tegas, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman untuk bertindak benar. Dan adil karena hukum menindak tegas semua pelanggar hukum tanpa pandang bulu.


BAB 5
TEORI HUKUM KODRAT DAN POSITIFISME HUKUM

1. Teori Hukum Kodrat
a.Menurut Thomas Aquinas yaitu :
Hukum Abadi { lex qetema }
Hukum Kodrat { lex naturalis }
Hukum Manusia atau Positif { lex humana }
b.Hukum Akal Budi Zaman Pencerahan Menurut Pandangan Aristoleles dan Thomas Aquinas bahwa :
1)Manusia tidak lagi dilihat dari dalam kesatuan dengan tatanan hirarkis alam semesta, melainkan secara empiris.
2)Manusia secara hakiki bersifat sosial lenyap sama sekali.
3)Manusia dilihat sebagai individu semata-mata, kemasyarakatan merupakan tambahan belakangan.
c.Meninjau Kembali Teori Hukum Kodrat
Hukum Kodrat memiliki kelebihan yang tidak sesuai dengan keadaan masyarakat. Karena hukum ini didasarkan pada kodrat manusia.
Kelemahan teori hukum kodrat adalah :
Kekaburan Paham Kodrat
Dualisme Metodis
Masalah Kepastian

2. Positifisme Hukum
a.Ajaran Positifisme Hukum
Ada 2 prinsip dasar dalam teori ini, yaitu :
a)Hukum adalah hukum positif
b)Hukum akan tetap berlaku walaupun dalam isinya bertentangan dengan nilai moral.
b. Keberhasilan Positifisme Norma Hukum
Suatu keberhasilan tergantung pada proses pelaksanaannya. Hukum memberikan kepastian tentang apa yang hak serta tanggung jawab dari masyarakat, serta menjamin apa saja yang boleh dan tidak boleh untuk dilakukan orang.

3. Ke Arah Pemecahan Masalah Legitimasi Hukum
Hukum kodrat dan positifisme hukum saling memiliki perbedaan, itu karena peraturan-peraturan tersebut hanyalah buatan manusia. Maka dari itu, dapat saya ambil kesimpulan bahwa sepenting apapun kepastian hukum, itu tidak akan pernah sanggup untuk mengikat masyarakat secara mutlak.


BAB 6
NILAI-NILAI DASAR DALAM HUKUM

1. Tiga Nilai Dasar Hukum
1)Kesamaan
Semua orang di dalam hukum memiliki kedudukan yang sama dan bersifat umum. Sehingga semua masyarakat memiliki hak yang sama untuk dapat mewujudkan harapannya.
2)Kebebasan
Hukum pada dasarnya befungsi sebagai sumber kebebasan. Akan tetapi, pada kenyataannya itu semua berlawanan bila kita lihat mayoritas masyarakat pada saat ini mengartikannya. Tapi, hukum disini membahas tentang kebebasan individu dari tindak sewenang-wenang dan paksaan oleh golongan yang lebih berkuasa sehingga masyarakat dapat hidup dengan mengurus dirinya sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain.
3)Solidaritas
Hukum menunjang kita agar dapat hidup penuh kebersamaan dengan berdasarkan atas azaz keadilan sosial. Sehingga, kita dapat bertanggungjawab atas kita semua tanpa ada yang menderita disekitar kita.

2. Beberapa Implikasi Hukum
1)Dalam pembuatan hukum, ketiga nilai itu harus diusahakan secara optimal.
2)Arti tiga nilai dan wujud hukum perlu untuk dijelaskan menjadi beberapa paham dan nilai-nilai dasar disetiap kebudayaan yang ada dalam masyarakat.
3)Ketiga nilai itu bersifat universal, sehingga pada dasarnya masih bersifat abstrak dan belum dapat dipraktekkan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat.
4)Ketiga nilai itu adalah nilai dasar bagi manusia dalam suatu kebersamaan.



ANALYSIS

Hukum adalah suatu tatanan yang berfungsi sebagai pengatur kehidupan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara. Tanpa adanya hukum, Negara tidak akan dapat teratur, sehingga hukum juga dapat berfungsi sebagai penyeimbang. Selain itu, hukum menjadikan masyarakat dapat membatasi prilaku dan etika mereka agar tidak menyimpang kearah yang buruk. Agar dapat mewujudkan hal tersebut, hukum harus memiliki sifat yang pasti, adil, terang, tegas dan memaksa kearah yang lebih baik.
Namun, hukum juga harus sesuai dengan apa yang dicita-citakan dan apa yang menjadi tujuan serta harapan dari setiap masyarakat dalam kehidupannya.

Etika Politik-Legitimasi

BAB 2

LEGITIMASI RELIGIUS KEKUASAAN


1. Pengantar

Inti permasalahan etika politik berhubungan dengan hak moral dan cara mempergunakan kekuasaan. Sebesar apapun kekuasaan seseorang, ia akan selalu dihadapkan pada tuntutan pertanggungjawaban atas tindakannya. Pertanggungjawaban kekuasaan disini dapat diartikan bahwa penguasa memiliki kekuasaan, dan masyarakat berhak untuk menuntut pertanggungjawaban darinya. Kekuasaan dapat dipahami secara realitas religius, paham atau tuntutan legitimasi tidak akan muncul dan akan sah dengan sendirinya. Dengan demikian, legitimasi religius menyingkirkan keperluan untuk memberikan pertanggungjawaban yang etis terhadap kekuasaan.


2. Inti Paham Kekuasaan Religius

Merupakan sebuah hakikat dari kekuasaan, disini adalah kekuasaan poltik, bersifat adiduniawi dan adimanusiawi, berasal dari alam lain {gaib} atau termasuk yang Ilahi.

Contoh : Paham tradisional tentang kekuasaan yang dulu hidup dalam masyarakat Jawa kebanyakan.

  • Dapat digolongkan menjadi 4, yaitu;

  1. Lahir dan Batin

  2. Kekuasaan

  3. Tanda-tanda Kekuasaan

  4. Budi Penguasa


3. Legitimasi Penguasa

Dalam kekuasaan agar berjalan dengan mantap, maka diperlukan sebuah Legitimasi.

Ada 2 jenis Legitimasi ini, yaitu;

  1. Tidak Ada Tuntutan Legitimasi Etis

  2. Legitimasi Religius


4. Efektivitas Legitimasi Religius

Dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu;

  1. Semua Tergantung dari Kesadaran Penguasa Sendiri

  2. Kestabilan Sistem Kekuasaan Menurut Paham Religius


5. Penutup

Pada zaman sekarang ini, sistem kekuasaannya berbeda dengan zaman tradisional. Suatu pemerintahan yang modern harus selalu mengambil keputusan-keputusan yang tepat mengenai masalah-masalah baru yang secara mendalam mempengaruhi kehidupan masyarakat. Apabila keputusan yang diambil salah, maka akan berimbas bagi seluruh masyarakat. Maka, setiap kekuasaan pada zaman sekarang harus dituntut pertanggungjawaban secara etis.








BAB 3

BENTUK-BENTUK LEGITIMASI


1. Pengantar

Pendongkrakan legitimasi religius melahirkan etika politik, sehingga pada kesimpulannya, suatu kekuasaan politik yang duniawi itu akan menimbulkan tuntutan untuk mempertanggungjawabkannya. Sehingga dapat diambil kesimpulan juga, bahwa kekuasaan manusia atas manusia memerlukan legitimasi dan dalam legitimasi tersebut terdapat etika politik yang harus ada pada diri seorang penguasa. {Magnis-Suseno, Franz 1991}.


2. Paham Umum Legitimasi

Dalam pengertiannya, kita harus mengerti dulu apa arti dari wewenang itu sendiri. Namun, dalam keabsahannya wewenang harus dihubungkan dengan norma agar dapat diketahui wewenang itu sah atau tidak. Akan tetapi, pada akhirnya norma itu bukan unsur yang hakiki dalam paham legitimasi itu sendiri.


3. Objek Legitimasi

  1. Legitimasi Materi Wewenang; mempertanyakan wewenang dari segi fungsinya, yaitu apakah tujuan wewenang dapat dipergunakan secara sah?

  2. Legitimasi Subyek Kekuasaan {wewenang}; mempertanyakan apa yang dasar wewenang seorang atau sekelompok orang untuk membuat UU dan peraturan bagi masyarakat dan untuk memegang kekuasaan Negara.


    • Pada prinsipnya, terdapat 3 legitimasi subyek kekuasaan, yaitu:

      1. Legitimasi Religius; hak untuk memerintah factor-faktor yang adiduniawi.

      2. Legitimasi Eliter; hak untuk memerintah pada kecakapan khusus suatu golongan untuk memerintah.

      3. Legitimasi Demokratis; berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat.


4. Kriteria Legitimasi

Biasa dipergunakan untuk menilai keabsahan suatu wewenang.

  1. Legitimasi Sosiologis

  2. Legalitas

  3. Legitimasi Etis


5. Kekhasan Legitimasi Etis

    1. Legitimasi Etis dan Legalitas; legalitas merupakan salah satu unsur penting dalam legitimasi fungsi-fungsi kekuasaan Negara tertentu. Karena keduanya merupakan prasyarat kemampuan Negara untuk berfungsi.

    2. Legitimasi Etis dan Sosiologis; Dukungan mayoritas bagi kebijaksanaan politik itu belum menjamin harkat moral dari kebijaksanaan itu sendiri.









BAB 9

NEGARA DAN LEGITIMASINYA


1. Apa Itu Negara?

Negara dalam arti politik yaitu lembaga pusat yang menjamin kesatuan politis itu, yang menata dan dengan demikian menguasai wilayah itu. {Magnis-Suseno, Franz 1991}.

  1. Pemastian Norma-norma Kelakuan

    1. Disamping Negara masih ada banyak lembaga lain yang menetapkan berbagai aturan bagi kelakuan para anggota masyarakat. Namun, semua itu semua itu hanya berlaku jika sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara tersebut.

    2. Kesatuan lembaga pemerintah adalah hakiki, karena hukum itu tidak pasti.

    3. Hukum itu merupakan hal yang pasti untuk dilaksanakan dalam keadilan.

    4. Aturan Negara dapat berlaku jika dijamin dengan usaha paksaan fisik bila perlu.

    5. Negara adalah lembaga satu-satunya yang berhak untuk menggunakan paksaan fisik guna menjamin keberlakuan aturan-aturannya. Hal ini sesuai dengan maksud poin 4.

b. Pengakuan Masyarakat

Suatu masyarakat merupakan Negara apabila dikuasai oleh sebuah lembaga pusat yang mampu untuk mempermaklumkan dan menerapkan aturan-aturan kelakuan, dan untuk menjamin ketaatan segenap anggota masyarakat terhadap aturan tersebut, seperlunya dengan mempergunakan

kekuatan fisik, dan apabila pelaksanaan kemampuan itu oleh masyarakat yang bersangkutan dianggap sah {Quinton}.


2. Kedaulatan

  1. Arti Kedaulatan; tidak ada suatu apapun yang yang dimintai izin, baik dari dalam negeri maupun luar negeri dalam kegiatan pemerintahan kecuali pemerintah itu sendiri.

  • Macam-macam Kedaulatan :

    1. Kedaulatan Negara Kedalam; artinya yaitu didalam wilayah Negara itu hanya ada satu pusat pemerintahan dan memiliki hak/wewenang untuk mengatur Negara itu sendiri tanpa campur tangan pihak lain.

    2. Kedaulatan Negara Keluar; artinya yaitu Negara tidak boleh mencampuri urusan Negara lain dalam hal-hal tertentu, karena itu sudah bukan merupakan wilayah kekuasaannya, selain itu juga tidak boleh mengambil tindakan hukum seenknya di Negara lain. Karena Negara itu pun sudah memiliki hukum sendiri dan juga berdaulat atas wilayah kekuasaannya.

  1. Kedaulatan dan Wewenang Moral; artinya, Negara dapat memustukan segala yang ada di daerah kekuasaannya. Akan tetapi, Negara tidak boleh membenarkan segala putusannya. Karena, segalanya akan dipertanggungjawabkan secara moral..


3. Anarkisme

  1. Implikasi Anarkisme

Adalah golongan yang dengan keras menolak segala sesuatu yang merupakan kebijakan Negara, bahkan tidak mengakui adanya pemerintahan dalam Negara itu. Sehingga pada akhirnya golongan ini anti pemerintahan dan menganggap segala peraturan yang telah ditetapkan itu tidak sah dan upaya penolakannya dapat dilakukan melalui aksi yang melanggar hukum.



  1. Dasar Anarkisme

Paham yang digunakan oleh golongan ini cenderung didasarkan pada kepercayaan bahwa manusia pada dasarnya dapat hidup sendiri tanpa perlu adanya ancaman, paksaan dan kekerasan dari Negara melalui peraturannya.

























ANALYSIS

Didalam suatu Negara, untuk menjalankan sistem pemerintahannya itu diperlukan kekuasaan yang juga harus diimbangi dengan legitimasi. Apabila kekuasaan itu tidak dibarengi dengan legitimasi, maka para penguasa akan bertindak sewenang-wenang {dictator}. Namun, setelah kekuasaan itu berjalan selaras dengan legitimasi, kekuasaan itu juga harus mendapatkan persetujuan dari masyarakat.

Saturday 27 June 2009


YAPzz.....ne wktu gwe lg di Bali