Monday 12 October 2009

Etika Politik-Negara sbg Leviathan

BAB 11
NEGARA SEBAGAI LEVIATHAN

1. Filsafat Negara Thomas Hobbes
a. Hobbes dan Zamannya
Hobbes merupakan salah satu tokoh Sosiologi terkenal yang hidup pada zaman yang paling ganas pada saat itu. Hobbes bekerja sebagai sekertaris pada seorang bangsawan Inggris dan ia memiliki cukup banyak waktu untuk belajar tentang pemerintahan, bahkan selama 3 tahun ia telah mengelilingi benua Eropa guna belajar dan berkenalan dengan banyak tokoh filsafat dan ilmuwan sezamannya. Pada tahun 1642 ia pergi ke Prancis untuk menghindar dari konflik politik yang yang tengah memanas di Inggris pada saat itu. Disanalah ia kemudian akan menjadi guru dari Charles II yang merupakan putra Charles I yang kemudian akan menggantikan posisinya kelak. Pada tahun 1642 ia menerbitkan karyanya yang berjudul “De Cive”. Kemudian pada tahun 1651 Hobbes menerbitkan karya besarnya yang berjudul “Leviathan” yang berdampak pada marahnya pengungsi Inggris yang ada di Prancis. Pada akhirnya ia pun memutuskan untuk kembali ke London dengan terpaksa.

Dua Kesimpulan Menurut Hobbes, yaitu :
a)Menata masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip normatif,
b)Masyarakat hanya dapat ditata dalam perdamaian, apabila pengaruh emosi dan nafsu-nafsu dapat dielakkan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila Negara ingin menata masyarakat, Negara harus mengerti terlebih dahulu apa yang menjadi kemauan dari masyarakat itu sendiri melalui cara ilmu ukur {more geometrico}.

b. Pengandaian-pengandaian Antropologis
Untuk merencanakan pengaturan masyarakat, Hobbes mengadakan dua reduksi yang sangat radikal, yaitu :
Mengesampingkan kebebasan kehendak manusia.
Mengembalikan segala kelakuan manusia pada satu dorongan saja.
Dengan kata lain, Hobbes tidak menganggap adanya akal budi sebagai faktor penentu dari tindakan seorang manusia itu sendiri. Hobbes juga memiliki dua akar pandangan yang bersifat Teologis dan berlatarbelakang ilmu alam.
a)Teologis
Nominalisme, yaitu melebih-lebihkan kemahakuasaan Allah S.W.T dan menganggap manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengambil sikap atas dirinya sendiri.
b)Ilmu-ilmu Alam
Determinisme, yaitu alam tidak mungkin terjadi tanpa adanya sebab.
Kesimpulan menurut Hobbes yaitu pengaruh emosi atau nafsu atas tatanan masyarakat dapat dinetralisasikan. Dengan kata lain, masyarakat dapat dikendalikan dalam suatu rancangan yang menjadikan masyarakat itu hidup tentram dan sejahtera.


c. Teori Perjanjian Negara
Adanya teori seperti ini, disebabkan karena adanya persaingan antar individu yang saling mengancam eksistensi masing-masing yang lama-lama akan meluas menjadi perang semua lawan semua. Dan untuk mengatasi hal tersebut, mereka akan membentuk suatu lembaga yang berfungsi sebagai pengatur dan pelindung mereka, yaitu Negara melalui peraturan perundang-undangannya.
Maka dengan itu, Hobbes menarik kesimpulan bahwa Negara karena dibentuk atas perjanjian kumpulan individu-individu, maka Negara tidak terikat oleh perjanjian dan tidak dapat juga untuk melanggar perjanjian itu. Artinya, dalam perjanjian tersebut melimpahkan semua suaranya kepada Negara namun, Negara tidak memiliki tanggungan atas apa yang mereka tuntut pada Negara.

d. Negara, Leviathan, Deus Mortalis, Manusia Buatan
Negara, sang Leviathan, oleh Hobbes dijuluki sebagai “manusia buatan” dan Deus Mortalis, Allah yang dapat mati. Artinya, dapat disimpulkan bahwa Negara itu merupakan buatan dari manusia yang memiliki pencerminan seperti manusia, selain itu Negara bagaikan Allah yang merupakan sumber segala wewenang. Akan tetapi, kemutlakan wewenang Negara itu bukan berarti Negara tidak dapat membuat undang-undang yang baik untuk negaranya.
Ada dua penghalang bagi kesewenangan penguasa menurut Hobbes, yaitu :
1)Kesadaran dari penguasa itu sendiri.
2)Hak alamiah setiap orang untuk melindungi diri.
Sehingga sampailah pada kesimpulan bahwa Negara itu bebas menentukan segalanya yang bersifat baik bagi rakyat akan tetapi tidak bebas untuk bertindak dengan jahat.

2. Sang Leviathan : Meyakinkankah Dia ?
a. Daya Pengancam sebagai Dasar Kekuasaan
Hukum merupakan sarana formal yang dibentuk oleh pihak yang berkuasa yang digunakan untuk warga negaranya. Namun, apabila Negara mulai melakukan penindasan dan membunuh warga negaranya sendiri, maka Negara akan bubar dengan sendirinya karena keberadaan Negara sudah tidak diakui dan ditaati oleh warga negaranya sendiri.
Kekuasaan Negara Hobbes memiliki beberapa kelemahan, yaitu salah satunya mendasarkan kekuasaan Negara hanyalah pada perasaan takut warga negaranya tehadap hukum. dan Negara yang semacam ini merupakan Negara yang sangat rapuh.
Tiga pertimbangan mengenai Negara yang hanya tergantung pada daya pengancam, yaitu :
1)Apabila Negara sedikit saja lengah dalam pengawasannya, ketertiban umum langsung akan ambruk.
2)Logika mekanisme, penindasan, tuntutan untuk mempertahankan tingkat ketertiban yang sama, intensitas penindasan dan besarnya aparatur penindas harus terus ditingkatkan.
3)Kekuasaan yang hanya mengandalkan kemampuannya untuk mengancam para pembangkang potensial, tidak berdaya sama sekali apabila berhadapan dengan orang yang bersedia mati demi cita-citanya.
Maka kesimpulan yang dapat saya ambil bahwa Negara tidak akan dapat bertahan apabila cara memimpinnya didasarkan hanya pada kemampuannya untuk mengancam warga negaranya sendiri.

b. Tentang Gambaran Manusia
Menurut Hobbes, manusia memiliki 2 kelemahan fatal, yaitu :
1.Manusia cenderung bersifat logis,
2.Manusia merupakan makhluk sosial.
Dua kelemahan inilah yang mengakibatkan gagalnya salah satu karya Hobbes mengenai “Perjanjian Negara”.

3. Penutup
Negara yang dicanangkan oleh Hobbes merupakan Negara yang bersifat menindas warganya tanpa adanya pertanggungjawaban kepada rakyatnya dan itu semua merupakan contoh Negara yang buruk.
Namun, Negara Hobbes merupakan suatu bayangan tentang Negara yang akan muncul pada suatu zaman dimana sudah tidak ada lagi rasa kemanusiaan dan matinya akal budi para penguasa yang memimpin serta malah semakin tumbuh suburnya sifat seperti kerakusan, kebengisan, kebodohan, dan nihilisme {melakukan suatu tindakan tanpa adanya suatu hasil baik yang diperoleh}.




ANALYSIS

Negara merupakan wadah dari masyarakat untuk hidup dan beraspirasi demi kemajuan bersama. Apabila Negara itu sendiri melarang adanya tuntutan dari warga negaranya, Negara itu bukanlah Negara yang baik. Seperti yang dicontohkan oleh Hobbes mengenai “Perjanjian Negara” pada kenyataannya tidak berhasil diterapkan pada masyarakat dikarenakan masih adanya nilai-nilai kebersamaan pada diri manusia. Akan tetapi, teori Hobbes ini akan berlaku pada suatu zaman dimana manusia sudah tidak memiliki rasa kebersamaan dan cenderung bersifat egois. Pada akhirnya, Negara Hobbes akan tumbuh subur dengan kondisi yang seperti itu.

Etika Politik-Hukum

BAB 4
APA ITU HUKUM

1. Kekhususan Norma-norma Hukum
Hukum merupakan peraturan yang mengatur masyarakat dengan tegas dan memiliki sanksi yang tegas pula.
a.Norma-norma Hukum dan Norma-norma Lain
Norma hukum sangatlah berbeda dengan norma-norma lain yang berlaku didalam masyarakat. Hal yang paling membedakannya adalah dari segi sanksi yang yang akan diterima apabila pelaku melanggar peraturan itu. Norma hukum memberikan hukuman berdasarkan berat-ringannya tindak kejahatan yang telah dilakukan oleh si pelaku dengan konsekuensi hukum yang tegas dan memaksa. Lain halnya dengan norma-norma yang selama ini ada dalam masyarakat, norma ini hanya memberikan hukuman yang relatif kurang tegas.
b.Kekhasan Norma-norma Hukum
Yang menjadi cirri khas dari norma hukum adalah pada kenyataannya norma ini tidak ada dengan sendirinya, melainkan suatu rangkaian tata tertib yang disatukan hingga menjadi suatu kesatuan yaitu norma hukum. Dan kekhasan yang lain yang ada pada norma hukum ini adalah terletak pada sikap yang diambil terhadap obyek hukum bukanlah sikap batin, melainkan sikap lahiriah yang tegas.

c.Hak
Hak disini, berhubungan pula dengan kewajiban. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kita memiliki hak atas apa yang seharusnya kita miliki dan orang lain memiliki kewajiban untuk memenuhi hal tersebut. Hak-hak semacam ini dapat digolongkan atas hak hukum, akan tetapi ada hak yang tidak kalah penting yaitu hak-hak moral yang menuntut untuk dipercaya oleh orang lain.
2. Faktisitas Hukum
Norma hukum akan berlaku apabila norma itu sendiri dilaksanakan pada masyarakat dan itu baru dapat dikatakan factual, karena telah sesuai dengan realita yang ada pada masyarakat setelah norma dilaksanakan. Dan itu semua juga berpulang pada pertanyaan “apakah semua warga masyarakat telah diperlakukan secara adil menurut hukum yang telah kita pakai dinegara ini?”
3. Pengakuan Masyarakat
Pengakuan dari masyarakat sangatlah penting demi eksistensi hukum itu sendiri. Sebab, apabila masyarakat tidak mengindahkan adanya norma yang mengatur mereka, itu akan menyebabkan tidak berfungsinya alat penegak keadilan. Akan berbeda jika masyarakat memiliki respon terhadap peraturan itu, yaitu dapat berupa respon takut dengan hukum apabila mereka telah melanggarnya. Hukum akan menjadi peraturan yang efektif jika mendapat pengakuan dari masyarakat, tanpa itu, hukum hanyalah sebatas peraturan yang tidak ada fungsinya.

4. Fungsi Hukum Dalam Kehidupan Masyarakat
Hukum dalam masyarakat berfungsi sebagai pengendali hubungan antara para penguasa dengan rakyatnya agar tidak terjadi sikap sewenang-wenang. Selain itu, hukum juga sebagai pengendali tindak kriminalitas yang ada ditengah-tengah masyarakat itu sendiri.
5. Ciri-ciri Hukum
a)Kepastian Hukum
Hukum memiliki sifat yang tegas, sehingga hukum memiliki kepastian hukum yang jelas untuk digunakan sebagai pedoman bagi masyarakat atau bahkan bagi para penegak hukum itu sendiri.
b)Keadilan
Hukum bersifat adil pada semua orang, artinya siapa saja baik itu pejabat pemerintahan sampai tingkat masyarakat pun yang terbukti telah melanggar hukum akan dikenai sanksi yang sama tanpa ada perbedaan.
c)Kepastian dan Keadilan Hukum
Kedua hal yang pasti dimiliki oleh hukum yakni pasti dan adil. Hukum itu pasti karena hukum harus terang dan tegas, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman untuk bertindak benar. Dan adil karena hukum menindak tegas semua pelanggar hukum tanpa pandang bulu.


BAB 5
TEORI HUKUM KODRAT DAN POSITIFISME HUKUM

1. Teori Hukum Kodrat
a.Menurut Thomas Aquinas yaitu :
Hukum Abadi { lex qetema }
Hukum Kodrat { lex naturalis }
Hukum Manusia atau Positif { lex humana }
b.Hukum Akal Budi Zaman Pencerahan Menurut Pandangan Aristoleles dan Thomas Aquinas bahwa :
1)Manusia tidak lagi dilihat dari dalam kesatuan dengan tatanan hirarkis alam semesta, melainkan secara empiris.
2)Manusia secara hakiki bersifat sosial lenyap sama sekali.
3)Manusia dilihat sebagai individu semata-mata, kemasyarakatan merupakan tambahan belakangan.
c.Meninjau Kembali Teori Hukum Kodrat
Hukum Kodrat memiliki kelebihan yang tidak sesuai dengan keadaan masyarakat. Karena hukum ini didasarkan pada kodrat manusia.
Kelemahan teori hukum kodrat adalah :
Kekaburan Paham Kodrat
Dualisme Metodis
Masalah Kepastian

2. Positifisme Hukum
a.Ajaran Positifisme Hukum
Ada 2 prinsip dasar dalam teori ini, yaitu :
a)Hukum adalah hukum positif
b)Hukum akan tetap berlaku walaupun dalam isinya bertentangan dengan nilai moral.
b. Keberhasilan Positifisme Norma Hukum
Suatu keberhasilan tergantung pada proses pelaksanaannya. Hukum memberikan kepastian tentang apa yang hak serta tanggung jawab dari masyarakat, serta menjamin apa saja yang boleh dan tidak boleh untuk dilakukan orang.

3. Ke Arah Pemecahan Masalah Legitimasi Hukum
Hukum kodrat dan positifisme hukum saling memiliki perbedaan, itu karena peraturan-peraturan tersebut hanyalah buatan manusia. Maka dari itu, dapat saya ambil kesimpulan bahwa sepenting apapun kepastian hukum, itu tidak akan pernah sanggup untuk mengikat masyarakat secara mutlak.


BAB 6
NILAI-NILAI DASAR DALAM HUKUM

1. Tiga Nilai Dasar Hukum
1)Kesamaan
Semua orang di dalam hukum memiliki kedudukan yang sama dan bersifat umum. Sehingga semua masyarakat memiliki hak yang sama untuk dapat mewujudkan harapannya.
2)Kebebasan
Hukum pada dasarnya befungsi sebagai sumber kebebasan. Akan tetapi, pada kenyataannya itu semua berlawanan bila kita lihat mayoritas masyarakat pada saat ini mengartikannya. Tapi, hukum disini membahas tentang kebebasan individu dari tindak sewenang-wenang dan paksaan oleh golongan yang lebih berkuasa sehingga masyarakat dapat hidup dengan mengurus dirinya sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain.
3)Solidaritas
Hukum menunjang kita agar dapat hidup penuh kebersamaan dengan berdasarkan atas azaz keadilan sosial. Sehingga, kita dapat bertanggungjawab atas kita semua tanpa ada yang menderita disekitar kita.

2. Beberapa Implikasi Hukum
1)Dalam pembuatan hukum, ketiga nilai itu harus diusahakan secara optimal.
2)Arti tiga nilai dan wujud hukum perlu untuk dijelaskan menjadi beberapa paham dan nilai-nilai dasar disetiap kebudayaan yang ada dalam masyarakat.
3)Ketiga nilai itu bersifat universal, sehingga pada dasarnya masih bersifat abstrak dan belum dapat dipraktekkan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat.
4)Ketiga nilai itu adalah nilai dasar bagi manusia dalam suatu kebersamaan.



ANALYSIS

Hukum adalah suatu tatanan yang berfungsi sebagai pengatur kehidupan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara. Tanpa adanya hukum, Negara tidak akan dapat teratur, sehingga hukum juga dapat berfungsi sebagai penyeimbang. Selain itu, hukum menjadikan masyarakat dapat membatasi prilaku dan etika mereka agar tidak menyimpang kearah yang buruk. Agar dapat mewujudkan hal tersebut, hukum harus memiliki sifat yang pasti, adil, terang, tegas dan memaksa kearah yang lebih baik.
Namun, hukum juga harus sesuai dengan apa yang dicita-citakan dan apa yang menjadi tujuan serta harapan dari setiap masyarakat dalam kehidupannya.

Etika Politik-Legitimasi

BAB 2

LEGITIMASI RELIGIUS KEKUASAAN


1. Pengantar

Inti permasalahan etika politik berhubungan dengan hak moral dan cara mempergunakan kekuasaan. Sebesar apapun kekuasaan seseorang, ia akan selalu dihadapkan pada tuntutan pertanggungjawaban atas tindakannya. Pertanggungjawaban kekuasaan disini dapat diartikan bahwa penguasa memiliki kekuasaan, dan masyarakat berhak untuk menuntut pertanggungjawaban darinya. Kekuasaan dapat dipahami secara realitas religius, paham atau tuntutan legitimasi tidak akan muncul dan akan sah dengan sendirinya. Dengan demikian, legitimasi religius menyingkirkan keperluan untuk memberikan pertanggungjawaban yang etis terhadap kekuasaan.


2. Inti Paham Kekuasaan Religius

Merupakan sebuah hakikat dari kekuasaan, disini adalah kekuasaan poltik, bersifat adiduniawi dan adimanusiawi, berasal dari alam lain {gaib} atau termasuk yang Ilahi.

Contoh : Paham tradisional tentang kekuasaan yang dulu hidup dalam masyarakat Jawa kebanyakan.

  • Dapat digolongkan menjadi 4, yaitu;

  1. Lahir dan Batin

  2. Kekuasaan

  3. Tanda-tanda Kekuasaan

  4. Budi Penguasa


3. Legitimasi Penguasa

Dalam kekuasaan agar berjalan dengan mantap, maka diperlukan sebuah Legitimasi.

Ada 2 jenis Legitimasi ini, yaitu;

  1. Tidak Ada Tuntutan Legitimasi Etis

  2. Legitimasi Religius


4. Efektivitas Legitimasi Religius

Dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu;

  1. Semua Tergantung dari Kesadaran Penguasa Sendiri

  2. Kestabilan Sistem Kekuasaan Menurut Paham Religius


5. Penutup

Pada zaman sekarang ini, sistem kekuasaannya berbeda dengan zaman tradisional. Suatu pemerintahan yang modern harus selalu mengambil keputusan-keputusan yang tepat mengenai masalah-masalah baru yang secara mendalam mempengaruhi kehidupan masyarakat. Apabila keputusan yang diambil salah, maka akan berimbas bagi seluruh masyarakat. Maka, setiap kekuasaan pada zaman sekarang harus dituntut pertanggungjawaban secara etis.








BAB 3

BENTUK-BENTUK LEGITIMASI


1. Pengantar

Pendongkrakan legitimasi religius melahirkan etika politik, sehingga pada kesimpulannya, suatu kekuasaan politik yang duniawi itu akan menimbulkan tuntutan untuk mempertanggungjawabkannya. Sehingga dapat diambil kesimpulan juga, bahwa kekuasaan manusia atas manusia memerlukan legitimasi dan dalam legitimasi tersebut terdapat etika politik yang harus ada pada diri seorang penguasa. {Magnis-Suseno, Franz 1991}.


2. Paham Umum Legitimasi

Dalam pengertiannya, kita harus mengerti dulu apa arti dari wewenang itu sendiri. Namun, dalam keabsahannya wewenang harus dihubungkan dengan norma agar dapat diketahui wewenang itu sah atau tidak. Akan tetapi, pada akhirnya norma itu bukan unsur yang hakiki dalam paham legitimasi itu sendiri.


3. Objek Legitimasi

  1. Legitimasi Materi Wewenang; mempertanyakan wewenang dari segi fungsinya, yaitu apakah tujuan wewenang dapat dipergunakan secara sah?

  2. Legitimasi Subyek Kekuasaan {wewenang}; mempertanyakan apa yang dasar wewenang seorang atau sekelompok orang untuk membuat UU dan peraturan bagi masyarakat dan untuk memegang kekuasaan Negara.


    • Pada prinsipnya, terdapat 3 legitimasi subyek kekuasaan, yaitu:

      1. Legitimasi Religius; hak untuk memerintah factor-faktor yang adiduniawi.

      2. Legitimasi Eliter; hak untuk memerintah pada kecakapan khusus suatu golongan untuk memerintah.

      3. Legitimasi Demokratis; berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat.


4. Kriteria Legitimasi

Biasa dipergunakan untuk menilai keabsahan suatu wewenang.

  1. Legitimasi Sosiologis

  2. Legalitas

  3. Legitimasi Etis


5. Kekhasan Legitimasi Etis

    1. Legitimasi Etis dan Legalitas; legalitas merupakan salah satu unsur penting dalam legitimasi fungsi-fungsi kekuasaan Negara tertentu. Karena keduanya merupakan prasyarat kemampuan Negara untuk berfungsi.

    2. Legitimasi Etis dan Sosiologis; Dukungan mayoritas bagi kebijaksanaan politik itu belum menjamin harkat moral dari kebijaksanaan itu sendiri.









BAB 9

NEGARA DAN LEGITIMASINYA


1. Apa Itu Negara?

Negara dalam arti politik yaitu lembaga pusat yang menjamin kesatuan politis itu, yang menata dan dengan demikian menguasai wilayah itu. {Magnis-Suseno, Franz 1991}.

  1. Pemastian Norma-norma Kelakuan

    1. Disamping Negara masih ada banyak lembaga lain yang menetapkan berbagai aturan bagi kelakuan para anggota masyarakat. Namun, semua itu semua itu hanya berlaku jika sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara tersebut.

    2. Kesatuan lembaga pemerintah adalah hakiki, karena hukum itu tidak pasti.

    3. Hukum itu merupakan hal yang pasti untuk dilaksanakan dalam keadilan.

    4. Aturan Negara dapat berlaku jika dijamin dengan usaha paksaan fisik bila perlu.

    5. Negara adalah lembaga satu-satunya yang berhak untuk menggunakan paksaan fisik guna menjamin keberlakuan aturan-aturannya. Hal ini sesuai dengan maksud poin 4.

b. Pengakuan Masyarakat

Suatu masyarakat merupakan Negara apabila dikuasai oleh sebuah lembaga pusat yang mampu untuk mempermaklumkan dan menerapkan aturan-aturan kelakuan, dan untuk menjamin ketaatan segenap anggota masyarakat terhadap aturan tersebut, seperlunya dengan mempergunakan

kekuatan fisik, dan apabila pelaksanaan kemampuan itu oleh masyarakat yang bersangkutan dianggap sah {Quinton}.


2. Kedaulatan

  1. Arti Kedaulatan; tidak ada suatu apapun yang yang dimintai izin, baik dari dalam negeri maupun luar negeri dalam kegiatan pemerintahan kecuali pemerintah itu sendiri.

  • Macam-macam Kedaulatan :

    1. Kedaulatan Negara Kedalam; artinya yaitu didalam wilayah Negara itu hanya ada satu pusat pemerintahan dan memiliki hak/wewenang untuk mengatur Negara itu sendiri tanpa campur tangan pihak lain.

    2. Kedaulatan Negara Keluar; artinya yaitu Negara tidak boleh mencampuri urusan Negara lain dalam hal-hal tertentu, karena itu sudah bukan merupakan wilayah kekuasaannya, selain itu juga tidak boleh mengambil tindakan hukum seenknya di Negara lain. Karena Negara itu pun sudah memiliki hukum sendiri dan juga berdaulat atas wilayah kekuasaannya.

  1. Kedaulatan dan Wewenang Moral; artinya, Negara dapat memustukan segala yang ada di daerah kekuasaannya. Akan tetapi, Negara tidak boleh membenarkan segala putusannya. Karena, segalanya akan dipertanggungjawabkan secara moral..


3. Anarkisme

  1. Implikasi Anarkisme

Adalah golongan yang dengan keras menolak segala sesuatu yang merupakan kebijakan Negara, bahkan tidak mengakui adanya pemerintahan dalam Negara itu. Sehingga pada akhirnya golongan ini anti pemerintahan dan menganggap segala peraturan yang telah ditetapkan itu tidak sah dan upaya penolakannya dapat dilakukan melalui aksi yang melanggar hukum.



  1. Dasar Anarkisme

Paham yang digunakan oleh golongan ini cenderung didasarkan pada kepercayaan bahwa manusia pada dasarnya dapat hidup sendiri tanpa perlu adanya ancaman, paksaan dan kekerasan dari Negara melalui peraturannya.

























ANALYSIS

Didalam suatu Negara, untuk menjalankan sistem pemerintahannya itu diperlukan kekuasaan yang juga harus diimbangi dengan legitimasi. Apabila kekuasaan itu tidak dibarengi dengan legitimasi, maka para penguasa akan bertindak sewenang-wenang {dictator}. Namun, setelah kekuasaan itu berjalan selaras dengan legitimasi, kekuasaan itu juga harus mendapatkan persetujuan dari masyarakat.