Saturday 17 December 2011

Strategi Kampanye mayoritas caleg pada pileg 2009

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kampanye adalah kegiatan mempersuasi pemilih yang bertujuan untuk menarik para pemilih. Pemilihan legislatif sebagai salah satu event pemilu yang yang secara serentak diadakan di seluruh Indonesia ikut meramaikan dinamika politik khususnya pada pemilu 2009. Para caleg yang ikut serta dalam pemilihan legislatif tentunya memiliki cara kampanye yang berbeda dengan caleg lainnya. Kampanye yang merupakan sarana untuk pencapaian cita-cita politik. strategi menjadi akan menjadi sangat penting guna pemenangan pemilu serta cita-cita yang diinginkan caleg dan partai partai pengusung untuk kedepannya. Pada pemilu 2009, partai-partai dan para caleg bersaing ketat untuk mendpatkan kursi legislatif serta target-target tertentu yang diinginkan. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi kampanye yang dilakukan oleh para mayoritas caleg dalam pemilu legislatif 2009, sehingga berhasil mendapatkan kursi di legislatif.
B. Perumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kampanye dan bagaimana fenomena kampanye yang berkembang dewasa ini?
2. Bagaimana strategi caleg untuk melakukan kampanye dan media kampanye apa yang digunakan?
3. Apa saja metode kampanye yang diperbolehkan dalam pemilu 2009?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kampanye dan Fenomena Kampanye yang Berkembang
 Pengertian Kampanye
Rogers dan Storey “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu” Maka kita mengenal mengenal dengan “mencuri start” dan “black campaigns”.
Kampanye : (1) tindakan ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu; (2) sasaran pada khayak yang besar; (3) dalam kurun waktu tertentu ; (4) serangkan tindakan komunikasi yang terorganisasi. Pfau dan Parrot (1993) suatu proses yang dirancang secara sadar dan bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu tertentu dengan tujuan mempengaruhi khalayak sasaran yang telah ditentukan.
Kampanye Politik adalah kegiatan yang bersifat formal, dalam sebuah perebutan jabatan-jabatan politik tertentu sebagai salah satu bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh oleh seseorang atau sekelompok orang dalam waktu tertentu untuk untuk mendapat dukungan politik rakyat. Ada waktu, tatacara, pengawasan dan sanksi, namun apakah kampanye hanya dalam segmen politik dan Pemilu saja itu yang menjadi pertanyaan menggelitik mengenai kampanye.
Kampanye Politik, adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan orang atau kelompok (organisasi) dalam waktu tertentu untuk memperoleh dan memperkuat dukungan politik dari rakyat atau pemilih. Menurut Rogers dan Storey (1987) (dalam Venus, 2004 : 7) merupakan serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertntu. Sehingga berbeda dengan propaganda, dimana kampanye cirinya sumber yang melakukannya selalu jelas, waktu pelaksanaan terikat dan dibatasi, sifat gagasan terbuka untuk diperdebatkan khalayak, tujuannya tegas, variatf serta spesifik, modus penerimaan pesan sukarela dan persuasi, modus tindakannya diatur kaidah dan kode etiknya, sifat kepentingan mempertimbangkan kepentingan kedua belah pihak.
Dalam kampanye, hubungan emosional antara calon wakil rakyat dan massa pemilih tentu akan menjadi penting. Hal tersebut dapat terkondisikan bila ia dekat dengan para calon pemilihnya, oleh karena itu maka caleg (calon anggota legislatif) biasanya ditempatkan sesuai dengan daerah domisilinya, sehingga kedekatan antara keduanya dapat terjalin. Para caleg untuk upayanya merangkul masyarakat salah satunya yaitu dengan menggunakan simbol-simbol budaya setempat.
Di banyak negara demokrasi, politik sebagian besar dikuasai oleh pertimbangan-pertimbangan taktis, perilaku taktis serta tindakan yang bersifat jangka pendek dan terlalu seringkali terlalu dangkal. Hal ini juga terjadi dalam masyarakat di masa transisi seperti indonesia. Sejak pemilu terakhir, para pengamat politik dan masyarakat menjadi saksi beberapa langkah taktis yang brilian yang dilancarkan para politisi dan partai-partai politik Indonesia. Tetapi, para politisi seringkali menolak adanya pola pikir yang militeristik dengan alasan kita tidak dalam keadaan perang, tapi dalam perundingan politik yang damai dan proses-proses lain’ dan para lawan politik kami bukanlah musuh’. Padahal, setiap ide politik yang baru (seperti menciptakan atau membubarkan sebuah departemen, pemberian subsidi, dan lain-lain) akan membingungkan masyarakat karena akan mengubah status quo, dan tidak setiap anggota masyarakat mendapat keuntungan dari adanya perubahan tersebut. Ada yang menang dan ada yang kalah. Perencanaan yang strategis dan cermat (seperti persiapan dan perumusan konsep-konsep dan ide jangka panjang serta penerapan kebijakan dan kampanye pemilu) merupakan persyaratan bagi keberhasilan politik dan pembangunan berkelanjutan setiap institusi atau lembaga demokratis.
Namun, yang seringkali dilupakan oleh para politisi, terutama adalah strategi politik untuk pemilu. Tujuan dari setiap strategi bukanlah kemenangan yang dangkal, tapi perdamaian yang mendasar. Dalam istilah politik, ‘perdamaian’ ini berarti: penerangan program-program yang tepat dan reformasi. Jika tujuan jangka panjang strategi ini tidak tampak, misi bagi kemenangan akan tampak sebagai perjuangan bagi kekuasan dan kekayaan pribadi; sebagai sebuah perjuangan untuk mencapai tujuan-tujuan selain tujuan yang telah ditetapkan.
 Fenomena Kampanye
Di dalam kampanye dewasa ini, saya menangkap banyak fenomena-fenomena baru yang unik mengenai pelaksanaan kampanye itu sendiri. Banyak pergeseran pola pikir masyarakat maupun para politisi dalam menyikapi event kampanye. Pergeseran itu sendiri banyak dipengaruhi oleh kemajuan zaman maupun kondisi sosial ekonomi yang terus berjalan. Fenomena kampanye antara lain juga dapat di ketahui melalui :
1. Adanya temuan perbedaan dana kampanye yang tersedia (yang dilaporkan) dengan dana kampanye yang digunakan; (Tidak bermanfaat bagi rakyat/manfaat sesaat bersifat generik dan investasi politik bagi pengusaha)
2. Kampanye ternyata memerlukan dana yang luar biasa besar (Apakah makin dana besar untuk kampanye makin efektif?)
Karena hal-hal tersebut diatas lah yang juga dapat dibaca oleh masyarakat sebagai sebuah temuan fakta baru yang akan menjadikan perubahan persepsi tersendiri bagi masyarakat sebagai objek kampanye secara utuh. Oleh karena itu, maka rasa tidak puas publik kepada kampanye menurut Lipsitz menyarankan kampanye diarahkan pada diskusi yang lebih substansial tentang isu-isu kampanye, memeperbaharui cara peliputan kampanye, sampai mengusulkan agar para kandidat/politisi mendatangani codes of conduct (tata cara bertingkah laku dalam kampanye) yang mengharuskan wacana kampanye yang lebih humanis tidak provokatif.
B. Strategi Kampanye Caleg dan Media Kampanye
 Strategi Kampanye Caleg
Pada saat ramainya musim pemilihan umum, khususnya pada pemilihan legislatif ditingkat daerah banyak terjadi kampanye-kampanye dari para caleg untuk mempromosikan dirinya yang akan maju sebagai bakal calon anggota DPRD, apalagi setelah keluarnya suatu keputusan dari Mahkamah Konstitusi mengenai perolehan suara terbanyak. Dari hal tersebut maka sangat kelihatan sekali bahwa adanya suatu persaingan yang sengit dari para calon legislatif, baik itu antar sesama partai yang mengusungnya maupun dari partai yang berbeda yang sudah sangat jelas lebih menonjol aroma persaingan itu.
Dalam persaingan antar parpol khususnya dalam pemilihan legislatif, para caleg mengupayakan agar sukses dalam kampanye politik: Pertama, membangkitkan kesetiaan alami para pengikut suatu partai agar agar tetap memilih sesuai dengan kesetiaan itu, terutama bagi para caleg agar mudah untuk mendapatkan dukungan dari simpatisan partai yang mendukungnya; Kedua, menggalang rakyat yang tidak terikat partai tertentu agar beralih untuk mendukung partai yang mengusungnya dan juga otomatis agar mendukung dirinya; Ketiga, menyakinkan rakyat pendukung caleg dari partai lain agar berpindah keyakinan untuk mendukung dirinya dan partai pengusungnya.
Banyak caleg yang berupaya untung menggunakan simbol budaya lokal. Tentu dapat segera untuk dibaca bahwa strategi dari para caleg tersebut untuk mendapatkan suara terbanyak mereka berlomba untuk menarik hati para calon pemilih mereka dengan memakai kemasan yang berbagai macam. Salah satunya yaitu ketertarikan dari para caleg untuk menggunakan suatu simbol-simbol budaya khas dari suatu daerah dalam praktek kampanye mereka. Banyak dari simbol tersebut sebenarnya sudah dapat dikatakan umum, namun toh pada kenyataannya masih memiliki fungsi strategis dalam upayan menggaet simpati rakyat. Dalam hal ini dapat diambil contoh seperti baju adat atau baju tradisional dari suatu daerah (dalam berbusana adat banyak hal yang dapat untuk dilihat), dalam bentuk yang sedikit berbeda ada yang menggunakan foto yang berlatar belakang situs-situs peninggalan kuno (masjid, keraton maupun benteng), dan yang lebih khas untuk menunjukkan kecintaan dari caleg tersebut terhadap daerahnya banyak dari mereka yang tidak sungkan untuk menggunakan bahasa daerahnya.
Pertama, gambar situs. Dalam hal ini yang sering untuk dijadikan gambar dalam kampanye adalah gambar masjid ataupun keraton dan benteng-benteng peninggalan jaman dahulu. Berdasarkan kecenderungan tersebut maka dapat saya pahami bahwa mengapa caleg yang mengusung simbol-simbol budaya dalam kampanyenya itu mengusung situs masjid ternyata karena si caleg itu mungkin ingin mengungkapkan bahwa dirinya itu seorang muslim yang taat terhadap agama (calon wakil rakyat yang religius) dan berakhlak baik. Dan akan berbeda makna pula jika yang ditampilkan oleh si caleg tersebut berupa istana atau pun benteng peninggalan jaman dahulu. Di pilih istana karena si caleg masih keturunan darah biru dari kerajaan, dan jika benteng yang diusung itu cenderung untuk memberikan kesan bahwa si caleg itu memiliki suatu komitmen yang nyata untuk rakyat, rela menolong, sabar dan lain sebagainya yang dapat terepresentasikan melalui bangunan benteng yang telah berumur ratusan tahun yang masih kokoh berdiri.
Kedua, baju adat. Dengan mengenakan baju adat, sebenarnya si caleg itu ingin untuk menunjukkan kelas sosialnya kepada masyarakat dengan berbagai kemasan embel-embel yang ada pada baju yang dikenakannya. Selanjutnya pada bingkai foto dengan menggunakan baju adat tersebut sosok dari partai yang mengusungnya akan ikut tertera dengan tujuan ganda dalam upaya kampanyenya, atau dengan mendampingkan foto caleg tersebut dengan sosok keturunan raja ataupun tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh besar di masyarakat dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa dirinya telah mendapatkan restu dari sosok yang ia tempatkan pada poster kampanyenya.
Ketiga, penggunaan bahasa lokal. Mayoritas para caleg yang mengusung simbol kedaerahan dalam kampanyenya sering mengemukakan hal-hal yang intinya dalam pesan kampanye tersebut merupakan suatu ajakan kepada para masyarakat agar memilihnya. Kenapa harus dengan menggunakan bahasa daerah?, karena dengan menggunakan bahasa daerah, si caleg akan merasa lebih menyatu dengan para masyarakat daerah. Bahasa lokal atau bahasa daerah dengan berbagai pemaknaanya ternyata pada hakikatnya perlu untuk digunakan oleh para caleg ketika musim kampanye tiba, bahasa daerah seketika menjadi sebuah sarana “baru tapi lama” yang cukup menjanjikan.
 Media Kampanye
Ada juga yang menyoroti kalau keberhasilan kampanye ditentukan oleh kapasitas individu calon/kandidat. John Craey menyebutnya dengan Meta kampanye, yaitu upaya untuk mendemontrasikan kecakapannya sebagai organisator, strategi dan teknik kampanye. Terkadang tidak melakukan kampanye secara langsung melainkan menggunakan kecakapannya untuk mewakilkan kepada orang lain.
Kampanye dalam pemilihan legislatif baik tingkat daerah maupun pusat dilakukan dengan beragam teknik kampanye, yang dihasilkan melalui tahapan perencanaan kampanye politik yang meliputi tahap perencanaan anggaran dan pendanaan kampanye, konsolidasi internal dan eksternal tim kampanye, segmentasi sasaran kampanye, targeting sasaran kampanye, dan positioning yang dinyatakan dalam bentuk slogan kampanye. Beragam teknik kampanye yang dilakukan oleh tim kampanye politik diyakini akan membentuk suatu citra politik bagi calon yang dikampanyekan. Citra politik yang menarik dan dianggap penting oleh masyarakat akan mendorong pemilih untuk menjatuhkan pilihan politiknya kepada calon tersebut.Selain itu jumlah dana, konsolidasi internal dan eksternal yang dilakukan, targeting sasaran kampanye, serta kalimat positioning, ternyata mempengaruhi bentuk-bentuk kegiatan kampanye yang dilakukan dan pada akhirnya berperan menjadi faktor-faktor yang berpengaruh untuk memenangkan pemilihan caleg.
Teknik kampanye yang dijalankan juga berpengaruh terhadap peluang untuk memenangkan pemilihan kepala daerah. Teknik-teknik kampanye yang menggunakan model komunikasi satu-satu ternyata lebih efektif untuk meraih simpati dan dukungan masyarakat dibandingkan model komunikasi satu-banyak. Model komunikasi satu-satu tersebut digolongkan ke dalam teknik kampanye dari rumah ke rumah, yang dilakukan dengan cara mendatangi dan menjelaskan biografi pasangan calon, visi-misi, dan program kerja yang akan dijalankan jika nanti terpilih. Penggunaan perjanjian ”kontrak politik” antara pasangan calon dengan masyarakat juga meningkatan rasa kepercayaan masyarakat kepada calon yang melakukan perjanjian ”kontrak politik”. Selain itu, bentuk-bentuk kampanye yang inovatif dan bermanfaat untuk masyarakat juga turut mempengaruhi pilihan politik masyarakat.Usia dan tingkat pendidikan pemilih ternyata juga tidak terlalu mempengaruhi kesesuaian citra politik pasangan calon legislatif yang ditangkap oleh pemilih dan yang dikomunikasikan oleh tim kampanye.
Dengan plakat-plakat kampanye partai mencoba untuk memvisualisasikan strategi mereka. Plakat merupakan media yang sangat tradisional, namun meski telah terjadi modernisasi kampanye plakat-plakat ini tetap menjadi unsur penting. Media plakat menjadi ajang pembuktian bagi setiap partai maupun caleg apakah mereka mampu ‘menangkap’ suasana politik dan menyajikannya dalam slogan-slogan yang tepat dan plakat-plakat yang sekreatif mungkin.
Berdasarkan survai Hibbing, dan Theiss-Morse Dalam bukunya Stealth Democracy (demokrasi sembunyi-sembunyi). Para pemilih tidak suka kampanye menjelaskan tentang isu-isu politik atau pengalaman-pengalaman politik, karena tidak suka pada pemerintah dan kebijakannya. Masyarakat lebih menyukai konteks personaliti : kepribadian, kecerdasan, dan kompetensi. Kampanye lewat media massa hanya memberikan kontribusi sangat kecil dalam meningkatkan pengetahuan dan mengubah perilaku publik. Baru setelah ada beberapa riset 1977 Warner; Mendelsohn (Perlof, 1993); Perry 2002 bahwa kampanye yangg dikonstruksikan dengan baik akan menghasilkan efek yang luar biasa terhadap khalayak sasarannya.
Cara kampanye paling efektif adalah dari pintu ke pintu alias door to door alias tehnik jemput bola, teknik ini menjadi sangat ampuh dengan cara memberikan brosur/selebaran yang berisi iklan kampanye dengan kalimat-kalimat yang menarik, jelas, dan mudah dimengerti, dan berikan penjelasan yang menarik kepada setiap rumah yang didatangi. Brosur bisa berisi: visi-misicaleg, programcaleg, janji-janji jika terpilih, prestasi caleg selama ini, tokoh-tokoh yg mendukung caleg dan lain sebagainya.
Jadi, pada intinya brosur bukan hanya berisi nama/foto/ nomer caleg/partai saja, apalagi hanya berupa stiker, karena hal tersebut kurang memiliki daya tarik untuk mempengaruhi orang untuk memilih. Oleh karena itu, metode door to door memang benar-benar lebih efektif. Akan tetapi yang berkampanye dari rumah ke rumah juga harus memiliki keahlian komunikasi dengan khalayak, karena semakin pintar berorasi maka semakin bagus. Tetapi secara keseluruhan, kebanyakan kampanye dilakukan dengan pengumpulan massa pada event hiburan rakyat.
C. Metode Kampanye yang Diperbolehkan dalam Pemilu 2009
 Metode yang dipakai :
1. Pertemuan Terbatas (UU No.10 Tahun 2008, pasal 81)
 Penjelasan :
a. Dilaksanakan di dalam ruangan atau gedung yang bersifat tertutup;
b. Jumlah peserta tidak melampaui kapasitas ruangan sebagaimana ditetapkan oleh pengelola ruang gedung dengan jumlah peserta paling banyak untuk tingkat Pusat 1000 orang, tingkat Provinsi 500 orang, dan tingkat Kabupaten/Kota 250 orang;
c. Menggunakan undangan tertulis yang memuat hari, tanggal, waktu, tempat, nama pembicara, dan penanggung jawab;
d. Pemberitahuan secara tertulis yang memuat hari, tanggal, waktu, tempat, nama pembicara, dan penanggung jawab serta jumlah yang diundang kepada aparat Polri setempat, dengan tembusan disampaikan kepada KPU dan pengawas pemilu sesuai tingkatannya;
e. Hanya dibenarkan membawa atau menggunakan tanda gambar, simbol-simbol, pataka, dan atau bendera atau umbul- umbul;
f. Atribut peserta Pemilu sebagaimana dimaksud hanya dibenarkan dipasang sampai dengan halaman gedung atau tempat pertemuan terbatas. (Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008, Pasal 13)
 Metode yang dipakai :
2. Pertemuan tatap muka (UU No.10 Tahun 2008, pasal 81)
 Penjelasan :
Peserta Pemilu yang akan menyelenggarakan kampanye dalam bentuk pertemuan terbatas, tatap muka, dan kegiatan lain yang bersifat pengumpulan massa, serta rapat umum, selambat- lambatnya 7 hari sebelum waktu pelaksanaan kampanye, memberitahukan secara tertulis kepada Polri setempat, mengenai
a. Lokasi/tempat pelaksanaan kampanye
b. Waktu pelaksanaan kampanye
c. Perkiraan jumlah massa yang hadir
d. Rute perjalanan yang akan ditempuh massa, baik keberangkatan dan kepulangannya
e. Petugas kampanye sebagai penanggungjawab kampanye. (Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008, Pasal 22)
 Metode yang dipakai :
3. Media massa cetak dan media massa elektronik (UU No.10 Tahun 2008, pasal 81)
 Penjelasan :
Kampanye Pemilu oleh media elektronik dan media cetak diatur sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan yang sama kepada peserta pemilihan umum untuk menyampaikan tema dan materi kampanye pemilu dengan menentukan durasi, frekuensi, bentuk dan substansi pemberitaan/penyiaran berdasarkan kebijakan redaksional;
b. Materi dan substansi peliputan berita harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik jurnalistik;
c. Media massa cetak dan lembaga penyiaran dapat menyediakan rubrik khusus bagi peserta Pemilu.
Selanjutnya untuk pemasangan iklan kampanye pada media massa cetak dan elektronik diatur sebagai berikut:
a. Iklan kampanye Pemilu dapat dilakukan oleh Peserta Pemilu pada media massa cetak dan/atau lembaga penyiaran dalam bentuk iklan komersial dan/atau iklan layanan masyarakat.
b. Iklan kampanye Pemilu dilarang berisikan hal yang dapat mengganggu kenyamanan pembaca, pendengar, dan/atau pemirsa.
c. Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib memberikan kesempatan yang sama kepada Peserta Pemilu dalam pemuatan dan penayangan iklan kampanye.
d. Pengaturan dan penjadwalan pemuatan dan penayangan iklan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dilaksanakan oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran.
Untuk batas maksimum pemasangan iklan kampanye Pemilu di televisi untuk setiap Peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa kampanye. Sementara, batas maksimum pemasangan iklan kampanye Pemilu di radio untuk setiap Peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 60 (enam puluh) detik untuk setiap stasiun radio setiap hari selama masa kampanye. (UU No. 10 Tahun 2008 pasal 93-97 dan Peraturan KPU No. 19 tahun 2008 pasal 46 dan 48)
 Metode yang dipakai :
4. Penyebaran bahan kampanye kepada umum (UU No.10 Tahun 2008, pasal 81)
 Penjelasan :
Kegiatan ini dilaksanakan pada saat pertemuan terbatas, tatap muka, rapat umum, dan di tempat umum. Bahan kampanye yang dipergunakan dapat berupa selebaran, sticker, topi, barang-barang cinderamata atau barang lainnya seperti buku, korek api, gantungan kunci, dan slogan peserta pemilu (partai politik, calon anggota DPR, DPD dan DPRD). (Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008 pasal 13)
 Metode yang dipakai :
5. Pemasangan alat peraga di tempat umum (UU No.10 Tahun 2008, pasal 81)
 Penjelasan :
a. Alat peraga dapat ditempatkan pada tempat milik perseorangan atau badan swasta, dengan seizin pemilik tempat yang bersangkutan
b. Pemasangan alat peraga oleh pelaksana kampanye, harus mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan Peraturan Daerah setempat
c. Pemasangan alat peraga kampanye pemilu harus berjarak dari alat peraga peserta pemilu lainnya
d. KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berwenang memerintahkan peserta pemilihan umum yang tidak memenuhi ketentuan jarak tersebut untuk mencabut atau memindahkan alat peraga tersebut
e. Pemerintah Daerah setempat dan aparat keamanan berwenang mencabut atau memindahkan tanpa harus memberitahukan kepada peserta pemilu tersebut
f. Peserta pemilihan umum wajib membersihkan alat peraga kampanye paling lambat 1 hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara. (Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008 pasal 13)
 Metode yang dipakai :
6. Rapat umum (UU No.10 Tahun 2008, pasal 81)
 Penjelasan :
a. Rapat umum dimulai pukul 09.00 waktu setempat dan berakhir paling lambat pukul 16.00 waktu setempat;
b. Dilaksanakan di lapangan atau stadion atau alun-alun dengan dihadiri oleh massa dari anggota maupun pendukung dan warga masyarakat lainnya;
c. Pelaksana kampanye harus memperhatikan daya tampung tempat–tempat tersebut, sehingga tidak mengakibatkan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan;
d. Dilarang membawa atau menggunakan tanda gambar, simbol- simbol, panji, pataka, dan atau bendera yang bukan tanda gambar atau atribut lain dari peserta pemilihan umum yang bersangkutan;
e. Menghormati hari dan waktu ibadah di Indonesia. (Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008 pasal 13)
 Metode yang dipakai :
7. Kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan (UU No.10 Tahun 2008, pasal 81)
 Penjelasan :
Antara lain berupa acara ulang tahun/milad, kegiatan sosial dan budaya,perlombaan olahraga, istighosah, jalan santai, tabligh akbar, kesenian dan bazaar. (Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008 pasal 13)
Sumber: Undang-undang No. 10 tahun 2008 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2008


BAB III
PENUTUP

Kampanye merupakan salah satu bentuk upaya untuk mendongkrak image dari sang calon. Salah satunya yaitu kampanye dengan menggunakan simbol-simbol budaya, brosur, door to door dan lainnya. Bergeser sedikit bahwa penggunaan simbol-simbol budaya dalam kampanye ternyata tidak dapat untuk di pungkiri bahwa cara-cara tersebut masih dapat cukup ampuh digunakan pada masyarakat-masyarakat yang masih memiliki kultur budaya sisa kerajaan yang kuat. Sehingga pada akhirnya saya dapat menyimpulkan bahwa hal yang melatarbelakangi mengapa para caleg menggunakan simbol-simbol budaya adalah bahwa masih kuatnya memori kolektif masyarakat di daerah (kenangan masa kerajaan di daerah yang dahulu merupakan bekas kerajaan).
Kampanye melalui media massa pada faktanya hanya memberikan kontribusi sangat kecil dalam meningkatkan pengetahuan dan mengubah perilaku publik. Akan tetapi setelah ada kampanye yang dikonstruksikan dengan baik, maka akan menghasilkan efek yang luar biasa terhadap khalayak sasarannya. Sedangkan keberhasilan dari kampanye caleg itu sendiri ditentukan oleh : kemampuan pelaku kampanye untuk merancang program, menerapkan dan mengevaluasi program secara sistematis dan strategis.
Cara kampanye paling efektif pada kenyataannya masih berkutat pada teknik door to door atau tehnik jemput bola, karena teknik ini menjadi sangat ampuh dengan cara memberikan brosur/selebaran yang berisi iklan kampanye dengan kalimat-kalimat yang menarik, jelas, dan mudah dimengerti, dan berikan penjelasan yang menarik kepada setiap rumah yang didatangi. Brosur bisa berisi: visi-misicaleg, programcaleg, janji-janji jika terpilih, prestasi caleg selama ini, tokoh-tokoh yg mendukung caleg dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam hal ini metode door to door memang benar-benar lebih efektif. Akan tetapi yang berkampanye dari rumah ke rumah juga harus memiliki keahlian komunikasi dengan khalayak, karena semakin pintar berorasi maka semakin bagus. Tetapi secara keseluruhan, kebanyakan kampanye dilakukan dengan pengumpulan massa pada event hiburan rakyat.












DAFTAR PUSTAKA

Buku - buku
Agustino, Leo, 2005, Politik dan Otonomi Daerah, Untirta Press : Jakarta
Firmanzah, 2007, Marketing Politik : Antara Pemahaman dan Realitas, Yayasan Obor Indonesia : Jakarta
Rahman, Ruslan, Penggunaan Simbol-Simbol Budaya dalam Kampanye Pilcaleg Di Kota Bau-Bau, dalam Seminar Representasi Kepentingan Rakyat Pada Pemilu Legislatif 2009, 29 Juli 2009, Salatiga
M.Shaw, Chaterine, 2004, The Campaign Manager : Running and Winning Local Elections – third edition, Westview Press
Nimmo, Dan, 2004, Komunikasi Politik-Komunikator, Pesan dan Media, Remaja Rosdakarya : Bandung
Steinberg, Arnold, 1981, Kampanye Politik, PT.Intermasa : Jakarta
Perundang-Undangan
UU No.10 Tahun 2008 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2008 tentang Metode Kampanye Yang Diperbolehkan Dalam Pemilu 2009