Monday 12 October 2009

Etika Politik-Negara sbg Leviathan

BAB 11
NEGARA SEBAGAI LEVIATHAN

1. Filsafat Negara Thomas Hobbes
a. Hobbes dan Zamannya
Hobbes merupakan salah satu tokoh Sosiologi terkenal yang hidup pada zaman yang paling ganas pada saat itu. Hobbes bekerja sebagai sekertaris pada seorang bangsawan Inggris dan ia memiliki cukup banyak waktu untuk belajar tentang pemerintahan, bahkan selama 3 tahun ia telah mengelilingi benua Eropa guna belajar dan berkenalan dengan banyak tokoh filsafat dan ilmuwan sezamannya. Pada tahun 1642 ia pergi ke Prancis untuk menghindar dari konflik politik yang yang tengah memanas di Inggris pada saat itu. Disanalah ia kemudian akan menjadi guru dari Charles II yang merupakan putra Charles I yang kemudian akan menggantikan posisinya kelak. Pada tahun 1642 ia menerbitkan karyanya yang berjudul “De Cive”. Kemudian pada tahun 1651 Hobbes menerbitkan karya besarnya yang berjudul “Leviathan” yang berdampak pada marahnya pengungsi Inggris yang ada di Prancis. Pada akhirnya ia pun memutuskan untuk kembali ke London dengan terpaksa.

Dua Kesimpulan Menurut Hobbes, yaitu :
a)Menata masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip normatif,
b)Masyarakat hanya dapat ditata dalam perdamaian, apabila pengaruh emosi dan nafsu-nafsu dapat dielakkan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila Negara ingin menata masyarakat, Negara harus mengerti terlebih dahulu apa yang menjadi kemauan dari masyarakat itu sendiri melalui cara ilmu ukur {more geometrico}.

b. Pengandaian-pengandaian Antropologis
Untuk merencanakan pengaturan masyarakat, Hobbes mengadakan dua reduksi yang sangat radikal, yaitu :
Mengesampingkan kebebasan kehendak manusia.
Mengembalikan segala kelakuan manusia pada satu dorongan saja.
Dengan kata lain, Hobbes tidak menganggap adanya akal budi sebagai faktor penentu dari tindakan seorang manusia itu sendiri. Hobbes juga memiliki dua akar pandangan yang bersifat Teologis dan berlatarbelakang ilmu alam.
a)Teologis
Nominalisme, yaitu melebih-lebihkan kemahakuasaan Allah S.W.T dan menganggap manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengambil sikap atas dirinya sendiri.
b)Ilmu-ilmu Alam
Determinisme, yaitu alam tidak mungkin terjadi tanpa adanya sebab.
Kesimpulan menurut Hobbes yaitu pengaruh emosi atau nafsu atas tatanan masyarakat dapat dinetralisasikan. Dengan kata lain, masyarakat dapat dikendalikan dalam suatu rancangan yang menjadikan masyarakat itu hidup tentram dan sejahtera.


c. Teori Perjanjian Negara
Adanya teori seperti ini, disebabkan karena adanya persaingan antar individu yang saling mengancam eksistensi masing-masing yang lama-lama akan meluas menjadi perang semua lawan semua. Dan untuk mengatasi hal tersebut, mereka akan membentuk suatu lembaga yang berfungsi sebagai pengatur dan pelindung mereka, yaitu Negara melalui peraturan perundang-undangannya.
Maka dengan itu, Hobbes menarik kesimpulan bahwa Negara karena dibentuk atas perjanjian kumpulan individu-individu, maka Negara tidak terikat oleh perjanjian dan tidak dapat juga untuk melanggar perjanjian itu. Artinya, dalam perjanjian tersebut melimpahkan semua suaranya kepada Negara namun, Negara tidak memiliki tanggungan atas apa yang mereka tuntut pada Negara.

d. Negara, Leviathan, Deus Mortalis, Manusia Buatan
Negara, sang Leviathan, oleh Hobbes dijuluki sebagai “manusia buatan” dan Deus Mortalis, Allah yang dapat mati. Artinya, dapat disimpulkan bahwa Negara itu merupakan buatan dari manusia yang memiliki pencerminan seperti manusia, selain itu Negara bagaikan Allah yang merupakan sumber segala wewenang. Akan tetapi, kemutlakan wewenang Negara itu bukan berarti Negara tidak dapat membuat undang-undang yang baik untuk negaranya.
Ada dua penghalang bagi kesewenangan penguasa menurut Hobbes, yaitu :
1)Kesadaran dari penguasa itu sendiri.
2)Hak alamiah setiap orang untuk melindungi diri.
Sehingga sampailah pada kesimpulan bahwa Negara itu bebas menentukan segalanya yang bersifat baik bagi rakyat akan tetapi tidak bebas untuk bertindak dengan jahat.

2. Sang Leviathan : Meyakinkankah Dia ?
a. Daya Pengancam sebagai Dasar Kekuasaan
Hukum merupakan sarana formal yang dibentuk oleh pihak yang berkuasa yang digunakan untuk warga negaranya. Namun, apabila Negara mulai melakukan penindasan dan membunuh warga negaranya sendiri, maka Negara akan bubar dengan sendirinya karena keberadaan Negara sudah tidak diakui dan ditaati oleh warga negaranya sendiri.
Kekuasaan Negara Hobbes memiliki beberapa kelemahan, yaitu salah satunya mendasarkan kekuasaan Negara hanyalah pada perasaan takut warga negaranya tehadap hukum. dan Negara yang semacam ini merupakan Negara yang sangat rapuh.
Tiga pertimbangan mengenai Negara yang hanya tergantung pada daya pengancam, yaitu :
1)Apabila Negara sedikit saja lengah dalam pengawasannya, ketertiban umum langsung akan ambruk.
2)Logika mekanisme, penindasan, tuntutan untuk mempertahankan tingkat ketertiban yang sama, intensitas penindasan dan besarnya aparatur penindas harus terus ditingkatkan.
3)Kekuasaan yang hanya mengandalkan kemampuannya untuk mengancam para pembangkang potensial, tidak berdaya sama sekali apabila berhadapan dengan orang yang bersedia mati demi cita-citanya.
Maka kesimpulan yang dapat saya ambil bahwa Negara tidak akan dapat bertahan apabila cara memimpinnya didasarkan hanya pada kemampuannya untuk mengancam warga negaranya sendiri.

b. Tentang Gambaran Manusia
Menurut Hobbes, manusia memiliki 2 kelemahan fatal, yaitu :
1.Manusia cenderung bersifat logis,
2.Manusia merupakan makhluk sosial.
Dua kelemahan inilah yang mengakibatkan gagalnya salah satu karya Hobbes mengenai “Perjanjian Negara”.

3. Penutup
Negara yang dicanangkan oleh Hobbes merupakan Negara yang bersifat menindas warganya tanpa adanya pertanggungjawaban kepada rakyatnya dan itu semua merupakan contoh Negara yang buruk.
Namun, Negara Hobbes merupakan suatu bayangan tentang Negara yang akan muncul pada suatu zaman dimana sudah tidak ada lagi rasa kemanusiaan dan matinya akal budi para penguasa yang memimpin serta malah semakin tumbuh suburnya sifat seperti kerakusan, kebengisan, kebodohan, dan nihilisme {melakukan suatu tindakan tanpa adanya suatu hasil baik yang diperoleh}.




ANALYSIS

Negara merupakan wadah dari masyarakat untuk hidup dan beraspirasi demi kemajuan bersama. Apabila Negara itu sendiri melarang adanya tuntutan dari warga negaranya, Negara itu bukanlah Negara yang baik. Seperti yang dicontohkan oleh Hobbes mengenai “Perjanjian Negara” pada kenyataannya tidak berhasil diterapkan pada masyarakat dikarenakan masih adanya nilai-nilai kebersamaan pada diri manusia. Akan tetapi, teori Hobbes ini akan berlaku pada suatu zaman dimana manusia sudah tidak memiliki rasa kebersamaan dan cenderung bersifat egois. Pada akhirnya, Negara Hobbes akan tumbuh subur dengan kondisi yang seperti itu.

No comments:

Post a Comment